Kamis, 25 October 2018 07:45 UTC
Ilutrator: Gilas Audi
JATIMNET.COM, Surabaya – Kecelakaan yang melibatkan Kereta Api (KA) Sri Tanjung dengan Mitsubishi Pajero bernopol W 1165 YV dengan menewaskan ketiga penumpangnya, Minggu 21 Oktober 2018, menimbulkan keprihatinan.
Peristiwa itu menambah panjang angka kecelakaan di perlintasan sepanjang tahun 2018 yang sudah menyentuh angka 37 hingga bulan September di wilayah PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi (PT KAI Daop) 8.
Manajer Humas PT KAI Daop 8 Gatut Sutyatmoko menjelaskan pandangan bahwa kecelakaan di perlitnasan sebidang adalah tanggung jawab PT KAI adalah pandangan yang keliru.
“Kecelakaan yang melibatkan kereta api dengan kendaraan umum di perlintasan sebidang bukan tanggung jawab PT KAI,” tegas Gatut dalam keterangan resmi yang diterima di Surabaya, Kamis 25 Oktober 2018.
Dia menambahkan bahwa perpotongan antara jalur KA dan jalan sesuai UU Perkeretaapian idealnya dibuat tidak sebidang. Pelintasan sebidang bisa dilakukan apabila area tersebut merupakan jalur dengan frekuensi perjalanan KA rendah atau arus lalu lintas jalan rayanya tidak padat.
“Jika perlintasan sebidang merupakan jalur dengan frekuensi perjalanan KA yang tinggi atau lalu lintas jalan rayanya padat, sudah seharusnya dibuat tidak sebidang. Bisa flyover maupun underpass,” ungkapnya.
Pembangunan prasarana perkeretaapian merupakan wewenang dari penyelenggara prasarana perkeretaapian dalam hal ini adalah pemerintah. Berdasarkan PP 56 tahun 2009 menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas pelintasan sebidang.
Begitu juga dengan Pasal 79 menyebutkan bahwa menteri, gubernur, atau bupati/ walikota sesuai kewenangannya melakukan evaluasi secara berkala terhadap perpotongan sebidang. Apabila hasil evaluasi ada perpotongan yang harus ditutup, maka pemerintah berhak menutupnya.
“Sebetulnya kami sudah melakukan sosialisasi keselamatan perjalanan kereta api, seperti di pelintasan sebidang antara jalur KA dan jalan raya,” lanjut Gatut.
Sebetulnya pemerintah telah menerbitkan peraturan maupun udnang-undang pengguna jalan untuk menekan kecelakaan. Seperti Undang-undang No.22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 114 menyatakan bahwa, pada pelintasan sebidang antara jalur KA dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi dan palang pintu KA sudah ditutup, serta wajib mendahulukan kereta api.
Begitu juga dengan UU No 23/2007 Pasal 90 poin d, menyatakan bahwa Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian berhak dan berwenang mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan.
Adapun Pasal 124 menyatakan bahwa Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
“Perjalanan kereta api memang kompleks dan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Diperlukan pemahaman akan berbagai aturan yang mengacu pada keselamatan perjalanan KA, khususnya di pelintasan sebidang,” pungkasnya.
