Kamis, 30 May 2019 04:27 UTC
Ilustrasi oleh Gilas Audi
JATIMNET.COM, Surabaya - 16 tersangka didakwa terlibat dalam pembunuhan Nusrat Jahan Rafi (19), pelajar Bangladesh yang dibakar hidup-hidup pada 6 April 2019, akibat melaporkan tindak kekerasan seksual dari kepala sekolahnya.
Polisi di Feni, kota kecil 160 km di luar Dhaka, secara formal menjatuhkan dakwaan pembunuhan pada 16 tersangka, Rabu 29 Mei 2019, dikutip dari Bbc.com, Kamis 30 Mei 2019.
Tersangka, termasuk pelajar di madrasah dan dua politisi lokal dari Partai Awami, yang memiliki jabatan penting di sekolah itu.
Siraj Ud Doula, kepala sekolah sang pelaku kekerasan seksual, termasuk dalam 16 tersangka itu.
BACA JUGA: Dilecehkan Gurunya, Pelajar Banglades Tewas Dibakar Setelah Melapor
Penyelidik menuntut hukuman mati bagi seluruh tersangka. Polisi mengatakan, jika kepala sekolah telah mengakui, jika ia yang memerintahkan pembunuhan, di pengadilan.
Doula disebut memerintahkan untuk membunuh Nusrat dari penjara, ketika siswanya menolak mencabut laporan di kepolisian. Persiapan pembunuhan dijelaskan menyerupai rencana militer.
Mereka mengatakan, di antara 12 tersangka telah memberikan pengakuan. Namun dua politisi menyangkal keterlibatan mereka.
Pasca kematian Rafi, Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina berjanji bahwa semua yang terlibat dalam pembunuhan harus diadili.
BACA JUGA: Diduga Dibunuh, Perempuan di Gresik Ditemukan Tewas di Kama
“Tak ada satupun dari pelaku yang akan diampuni oleh hukum,” katanya.
Sebelumnya, Rafi melaporkan tindakan kekeasan Doula pada akhir Maret diikuti dengan penangkapan pelaku.
Pada 6 April, Rafi masuk sekolah untuk mengikuti ujian akhir, ketika dia dipaksa naik ke atap sekolah dan dibakar oleh sekelompok orang yang menggunakan burka.
Pelaku berencana membuat peristiwa pembunuhan seolah tindakan bunuh diri, kata polisi, namun Rafi yang menderita luka bakar mencapai 80 persen, berhasil memberikan pernyataan sebelum meninggal pada 10 April.
BACA JUGA: Komnas Perempuan Minta Pemerintah Berikan Kompensasi Pada Korban 22Mei
Kasus tersebut memantik protes global di Bangladesh, dan memunculkan diskusi tentang rentannya korban kekerasan seksual di negara itu.