Logo

Warga di Wilayah Aglomerasi Tak Perlu Rapid Test Covid-19 Berkala

Reporter:,Editor:

Senin, 20 July 2020 14:00 UTC

Warga di Wilayah <em>Aglomerasi</em> Tak Perlu <em>Rapid</em> <em>Test</em> Covid-19 Berkala

TES SWAB. Petugas dari Kota Surabaya melakukan tes swab terhadap pedagang dan pembeli di kawasan Pasar Keputran. Foto: Pemkot Surabaya

JATIMNET.COM, Surabaya – Warga atau pekerja yang berada di wilayah aglomerasi dipastikan tidak perlu menunjukkan bukti noncovid-19 baik berupa hasil rapid test nonreaktif atau hasil tes swab negatif. Sebab, warga yang masuk wilayah aglomerasi termasuk dalam pasal pengecualian di Perwali perubahan.

Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Irvan Widyanto menjelaskan pengecualian itu tertuang dalam Pasal 24 Perwali Surabaya Nomor 33 Tahun 2020. Dalam pasal tersebut dijelaskan kewajiban menunjukkan hasil rapid test atau swab atau surat keterangan bebas gejala dikecualikan untuk orang yang memiliki KTP Surabaya yang melakukan perjalanan komuter dan atau orang yang melakukan perjalanan di dalam wilayah atau kawasan aglomerasi.

“Kami sudah diskusi dengan pakar hukum dan kawan-kawan dari Persakmi Jawa Timur membahas pasal pengecualian ini. Hasilnya memang siapapun yang melakukan perjalanan komuter atau yang masuk dalam wilayah aglomerasi dikecualikan atau tidak perlu menunjukkan hasil rapid test atau tes swab,” kata Irvan, Senin, 20 Juli 2020.

BACA JUGA: LBH Kritik Kebijakan Wajib Rapid Test Bagi Pekerja Luar Kota Surabaya

Wilayah aglomerasi yang dikecualikan adalah Gresik-Lamongan untuk wilayah utara. Sedangkan untuk wilayah selatan yaitu Sidoarjo-Mojokerto. Aglomerasi ini mengacu pada data Dishub tentang kereta komuter yang ke utara sampai Lamongan dan ke selatan sampai Mojokerto.

“Yang masuk dalam wilayah aglomerasi ini tidak perlu menunjukkan hasil rapid test,” ia menegaskan.

Irvan mencontohkan apabila ada warga Sidoarjo yang setiap hari PP (pulang-pergi) ke Surabaya naik sepeda motor termasuk yang dikecualikan karena masih masuk wilayah aglomerasi. Begitu pula warga Gresik atau Lamongan yang PP ke Surabaya tidak perlu menunjukkan bukti noncovid-19.

“Bagi warga atau pekerja yang berada di luar aglomerasi tetap harus menunjukkan bukti noncovid sebagaimana diatur dalam Perwali perubahan,” katanya.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat (BPB Linmas) Surabaya ini juga menjelaskan apabila ada warga atau pekerja yang memiliki KTP luar wilayah aglomerasi dan bekerja serta kos di Surabaya, maka warga tersebut harus minta surat keterangan domisili untuk menggugurkan kewajiban rapid test. Dalam keterangan itu juga harus dijelaskan dia benar-benar tidak melakukan perjalanan pulang ke luar wilayah aglomerasi.

Ia mencontohkan salah satu warga atau pekerja yang memiliki KTP Trenggalek tapi bekerja di Surabaya dan kos di Surabaya, maka warga tersebut cukup menunjukkan surat keterangan domisili yang menjelaskan tidak pulang ke Trenggalek dan tidak perlu rapid test berkala.

“Berbeda kalau dia setiap minggu pulang. Ketika pulang kita tidak bisa kontrol dia ketemu siapa dan kemana aja, maka dalam hal ini kewajiban rapid test tetap berlaku,” ia menandaskan.

Intinya pemberlakuan rapid test atau tes swab ini untuk membatasi dan mengendalikan pergerakan orang. Ketika sudah terkendalikan, maka akan lebih gampang memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

BACA JUGA: Swab Test di Surabaya Capai 38.512 Orang, 8.386 Diantaranya Positif

Sementara itu, Pembina Pengurus Daerah Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Jawa Timur sekaligus Ketua Ikatan Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Estiningtyas Nugraheni menjelaskan rapid test ini untuk menapis dan memastikan orang yang masuk Surabaya adalah orang-orang yang sehat dan jangan sampai menambah beban Surabaya.

“Rapid test ini ditujukan untuk mengamankan kota ini,” kata Esti.

Menurutnya, orang-orang yang berpindah setiap hari itu atau pekerja dari luar daerah sebenarnya bisa dikategorikan orang yang rentan karena berada di banyak titik pada pandemi Covid-19 ini sehingga paparan yang dia terima juga cukup tinggi.

“Pada prinsipnya kalau kita lihat upaya penapisan ini untuk mengendalikan supaya beban kota ini tidak bertambah, sehingga perlu disaring orang-orang yang masuk ke Surabaya, bukan malah justru menambah beban kota ini,” ia mengingatkan.