Logo

Walhi dan FNKSDA Tolak Pemberian Izin Tambang Emas di Jember

Reporter:

Jumat, 21 September 2018 07:35 UTC

Walhi dan FNKSDA Tolak Pemberian Izin Tambang Emas di Jember

Ilustrasi. Sumber BaFFEL

JATIMNET.COM, Jember – Pemberian izin usaha pertambangan eksplorasi emas di Kabupaten Jember melalui Keputusan Menteri ESDM No. 1802 K/30/MEM/2018 tentang Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus Tahun 2018 mendapat penolakan banyak pihak.

Di antaranya adalah Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) Jember dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur. Kedua lembaga ini menolak pemberian izin pertambangan emas di Jember karena mengancam fungsi ekologis dan keberlangsungan masyarakat di Jember.

Dalam siaran pers FNKSDA, Adil Satria Putra mengungkapkan, pada saat studi kelayakan tahun 2016 lalu sudah mendapat penolakan dari masyarakat Jember, namun kali ini pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM membuat manuver dengan mengeluarkan surat keputusan menteri untuk izin usaha tambang mineral emas di Desa Pace-Silo, Jember.

“Titik blok Silo merupakan kawasan konservasi dan hutan lindung sehingga akan mengancam kebutuhan air bagi petani untuk mengairi sawah,” kata Adil.

Direktur Eksekutif Walhi Jatim Rere Christanto menambahkan, surat keputusan tersebut menunjukkan ketiadaan komitmen perlindungan terhadap keselamatan rakyat.

Menurutnya, keputusan Menteri ESDM itu semakin memperpanjang daftar izin usaha pertambangan di wilayah pesisir selatan, setelah penetapan izin usaha pertambangan emas di kawasan Tumpang Pitu Banyuwangi dan Trenggalek.

Walhi mencatat, kawasan selatan Jawa Timur telah lama menjadi kawasan budi daya, baik pertanian maupun perikanan tangkap, sehingga aktivitas pertambangan yang eksploitatif, rakus lahan dan rakus air akan menimbulkan gesekan dengan kebutuhan warga yang keberlanjutan dengan fungsi-fungsi alam sebagai syarat budi daya mereka.

“Sebelumnya, konflik terkait aktivitas pertambangan di wilayah selatan Jawa Timur sudah berulang kali terjadi, mulai dari kawasan Tumpang Pitu di Banyuwangi, tambang emas di Trenggalek, Pantai Jolosutro di Blitar, Pantai Wonogoro di Kabupaten Malang, hingga kasus Salim Kancil di Lumajang,” kata Rere dalam rilisnya.

Namun, munculnya konflik-konflik yang bahkan sampai menelan korban jiwa sama sekali tidak menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk segera melakukan perubahan penataan kawasan, bahkan terus menerus memberikan izin usaha pertambangan di wilayah selatan Jawa Timur.

“Aktivitas pertambangan yang tidak mengindahkan keselamatan lingkungan telah lama menjadi momok mengerikan bagi masyarakat, selain menyebabkan eskalasi konflik lahan, pertambangan juga mengakibatkan peningkatan bencana ekologis, sehingga pemberian perizinan pertambangan terhadap wilayah yang mempunyai nilai penting secara ekologis seperti Kecamatan Silo itu tidak bisa terus dibiarkan,” ujarnya.