Rabu, 23 June 2021 12:20 UTC
YADNYA KASADA. Warga suku Tengger menjalani perayaan Yadnya Kasada pada tahun 2019 sebelum pandemi Covid-19. Foto: Zulkiflie
JATIMNET.COM, Probolinggo – Sekitar tujuh warga suku Tengger Bromo bakal mengikuti prosesi ujian calon dukun pandita atau mulunen pada upacara Yadnya Kasada mendatang.
Mulunen atau Wisuda Samkara adalah prosesi upacara ujian sekaligus pengukuhan dukun baru. Pengujinya merupakan Ketua Paruman Dukun Tengger.
Prosesi mulunen biasanya dilakukan pada puncak ritual Yadnya Kasada yang dimulai sekitar pukul 03.30 WIB.
Dalam rangkaian Upacara Yadnya Kasada, sejumlah tahapan ritual tetap dilakukan antara lain meliputi pembacaan sejarah Kasada, Puja Stuti Dukun Pandhita, Mulunen, dan Mekakat atau upacara penutup.
BACA JUGA: Rayakan Yadnya Kasada, Masyarakat Tengger Bromo Doakan Pandemi Covid-19 Berakhir
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Probolinggo Bambang Suprapto menyebutkan tahun ini tujuh calon dukun pandita seluruhnya berasal dari wilayah Pasuruan.
"Jadi calon dukun panditanya semuanya berasal dari Pasuruan. Empat di antaranya, sudah terkonfirmasi," kata Bambang saat dikonfirmasi, Rabu, 23 Juni 2021.
Keempat calon dukun pandita tersebut di antaranya Muji Hariyono, 42 tahun, asal Kecamatan Tosari; Agung Hudoyo, 39 tahun, asal Kecamatan Tutur; Edi, 49 tahun, asal Kecamatan Tutur; dan Slamet Raharjo, 36 tahun, asal Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan.
Dalam prosesi mulunen, para calon dukun pandita tersebut setidaknya harus hapal 50 persen mantra yang umum dipakai agar bisa lulus sebagai dukun pandita.
"Meski tertutup untuk umum, namun semua warga suku Tengger tetap diperbolehkan ikut upacara Yadnya Kasada di Pura Luhur Poten, baik suku Tengger asal Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Malang, dan Lumajang," tutur Bambang.
BACA JUGA: Digelar Tiga Hari, Yadnya Kasada di Bromo Tertutup Untuk Umum
Sekedar informasi, upacara Yadnya Kasada merupakan penghormatan warga suku Tengger terhadap leluhurnya, yakni pasangan suami istri, Roro Anteng dan Joko Seger.
Keduanya rela mengorbankan anak ke-25, yakni Raden Kusuma untuk dilarung ke dalam kawah Gunung Bromo. Raden Kusuma dikorbankan untuk menepati janji pasutri keturunan kerajaan Majapahit itu kepada Sang Hyang Widhi.
Sebagai ungkapan penghormatan itu, warga suku Tengger tiap tahun melarung hasil bumi ke kawah Gunung Bromo.
