Logo

Tertinggi di Jatim, Ini Strategi Dinkes Surabaya Tekan Kasus HIV

Reporter:,Editor:

Selasa, 18 January 2022 23:40 UTC

Tertinggi di Jatim, Ini Strategi Dinkes Surabaya Tekan Kasus HIV

KAMPANYE AIDS. Mahasiswa Universitas Bhayangkara yang tergabung dalam UKM Drugs Free Community (DFC) menggelar aksi di perempatan Polisi Istimewa mengampanyekan gerakan anti HIV/AIDS dan meminta tidak ada pengucilan pada ODHA. Foto: Nani Mashita

JATIMNET.COM, Surabaya – Kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Kota Surabaya disebut yang tertinggi se-Jawa Timur.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Nanik Sukristina angkat bicara. Menurutnya, salah satu penyebab utamanya karena banyak warga luar Surabaya yang melakukan pengobatan di Kota Pahlawan ini.

“Jadi, banyak warga luar yang berobat ke sini (Surabaya),” kata Nanik, Selasa, 18 Januari 2022.

Ia menjelaskan jika selama ini Pemkot Surabaya secara intensif selalu melakukan sosialisasi dan melakukan skrining dengan cara deteksi dini HIV dan melakukan pendekatan kepada kelompok risiko tertular HIV seperti waria, pekerja seks, IMS (penyakit akibat infeksi yang dapat tertular melalui hubungan seksual), dan pengguna narkoba jarum suntik.

“Lalu pada kelompok rentan tertular HIV, seperti ibu hamil, calon pengantin, pekerja hiburan, ABK (Anak Buah Kapal), dan pekerja pabrik,” ia menuturkan.

BACA JUGA: Dinkes Jatim Berupaya Tekan Penderita HIV Melalui Penyuluhan

Nanik juga melakukan skrining pada pasien dengan penyakit tertentu yang kemungkinan dapat disertai oleh HIV, seperti pasien IMS, pneumonia, dermatitis kronis, dan diare. Dengan semakin gencarnya melakukan skrining, alhasil pihaknya menemukan banyak temuan kasus.

“Dengan keaktifan kami, akhirnya kasus semakin tinggi terdeteksinya. Pemeriksaan HIV ini ada di 63 puskesmas di Kota Surabaya, 54 rumah sakit, satu klinik berbasis pemerintah, dan satu klinik milik Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP),” ia memaparkan.

Pada penemuan kasus HIV, sebanyak 323 kasus telah ditemukan sepanjang tahun 2021 kemarin dan saat ini sedang dalam proses pengobatan atau telah mendapat penanganan. Sebab, penderita dan orang yang tertular HIV tidak menunjukkan gejala apapun.

Pada penyebarannya, virus ini lebih sering menjangkit kelompok heteroseksual dan orientasi seksual antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan untuk usia yang paling banyak terjangkit virus ini adalah usia 25 - 44 tahun.

“Tapi usia paling tinggi adalah usia  25 - 29 tahun, kemudian disusul usia 30 - 32 tahun. Paling banyak terjangkit adalah kaum laki-laki dengan persentase 73 persen,” ia mengungkapkan.

Sedangkan untuk jenis pekerjaan yang rawan terjangkit virus HIV/AIDS adalah karyawan dengan persentase 46,2 persen, ibu rumah tangga 18,9 persen, dan wiraswasta 14,6 persen. Lalu pada kelompok seksual tertentu, yakni homoseksual sebanyak 46 persen, heteroseksual 49 persen, dan biseksual 2,3 persen.

“Edukasi dan mencegah itu penting, apalagi pada keluarga karena ibu rumah tangga juga berisiko terpapar virus. Sedangkan untuk kecamatan yang paling banyak penderita HIV/AIDS adalah Kecamatan Sawahan dan Kecamatan Tambaksari, maka kita berusaha melakukan penemuan lebih dini, agar bisa memberikan intervensi dan peluang sembuh akan lebih besar,” ia menerangkan.

BACA JUGA: Obat ARV untuk HIV/AIDS di Jatim Menipis

Untuk penanganannya, Nanik memberikan pengobatan layanan gratis yang diberikan oleh 13 puskesmas dan 10 rumah sakit di Kota Surabaya. Kemudian, pihaknya juga memberikan pendampingan, konseling, dan memberikan home care ke rumah penderita HIV, serta memberikan dukungan.

“Dari kelurahan juga memberikan susu dan permakanan untuk penderita yang tidak mampu. Kita juga selalu memberikan informasi yang komprehensif terhadap pencegahan penularan yang rutin kita lakukan kepada sekolah, mahasiswa, kelompok pekerja hiburan, dan masyarakat luas yang rentan terhadap penyakit ini,” ia menguraikan.

Tak hanya itu saja, pihaknya juga membentuk petugas penjangkau yang menjangkau kelompok-kelompok berisiko dengan melakukan akses pemeriksaan HIV di layanan Dinkes Kota Surabaya. Kemudian melakukan monitoring pemberian pengobatan dengan pemeriksaan secara berkala, serta berkoordinasi dengan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olah Raga serta Pariwisata untuk mendatangi rumah hiburan.

“Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, sampai dengan tahun 2021 lalu adalah penurunan signifikan dibanding tahun 2018 yang paling tinggi. Maka skrining terus kami lakukan dan Kota Surabaya juga memiliki Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang aktif pada 31 kecamatan,” ia menguraikan.