Kamis, 06 September 2018 00:04 UTC

Suasana sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan suap APBD-P Kota Malang 2015 di Pengadilan Tipikor, Surabaya, Rabu, 5 September 2018. FOTO: Fahmi Aziz.
JATIMNET.COM, Surabaya – Belasan anggota DPRD Kota Malang, terdakwa kasus suap pembahasan APBD-Perubahan 2015, membantah keterangan saksi Subur Triono dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Rabu 5 September 2018.
Mereka menilai keterangan Subur tak sesuai dengan berita acara pidana para terdakwa. Salah satu terdakwa, Ketua Komisi A Sulik Lestyowati mengatakan banyak fakta tersamarkan dalam keterangan Subur.
“Disebutkan kalau saya bertemu dengan Pak Subur sebanyak 2-3 kali di garasi (Rumah Dinas Ketua DPRD Kota Malang Arif Wicaksono). Padahal cuma sekali,” katanya.
BACA JUGA : KRONOLOGI KORUPSI BERJEMAAH DI KOTA MALANG
Ia pun membantah adanya pembagian dana pokok pikiran (Pokir) Rp 12,5 juta untuk memuluskan pembahasan APBD-Perubahan 2015. Keterangan Sulik itu diperkuat terdakwa lain, Ketua Komisi B Abdul Hakim. Menurut dia, komisinya tak pernah diajak berembuk perkara Pokir.
“Kami juga sudah berencana mengembalikan uang Pokir, tapi kami tidak berani mengembalikan karena memang tak tahu-menahu sejak awal,” ujar Hakim.
Adapun Ketua Komisi D Imam Fauzi, juga terdakwa dalam kasus ini, mengatakan tak pernah bertemu dan berkomunikasi dengan Subur sepanjang menjadi legislator kota Malang. Itu karena antara dia dan Subur berbeda fraksi.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi Arif Suhermanto menghadirkan Subur, anggota Komisi C dan Fraksi PAN, sebagai saksi dalam persidangan itu. Menurut Arif, Subur tahu proses pembahasan APBD 2015.
Selain Subur, Jaksa juga menghadirkan dua saksi lain. Mereka adalah anggota Fraksi Golkar Ribut Harianto dan Umik, istri mantan Ketua DPRD Kota Malang M.Arief Wicaksono.
Menurut Jaksa, pada dasarnya 18 terdakwa kasus ini mengetahui distribusi uang Rp 75-100 juta untuk anggota dewan biasa dan Rp 125 juta untuk ketua fraksi, serta uang sampah Rp 5 juta per orang dan uang Pokir Rp 12,5 juta.
Dalam persidangan sebelumnya, Umik bersaksi suaminya memiliki kebiasaan bagi-bagi uang untuk orang lain. Tapi ia tak tahu menahu perkara suap ke banyak legislator. “Saya hanya mempersilakan mereka masuk (rumah) tapi setelah duduk sebentar saya pindah,” kata Umik.
Meski demikian, ia tak memungkiri sering mendapati ada anggota dewan yang menemui suaminya untuk meminta uang. “Suami saya hanya bilang beginilah risiko jadi ketua. Kalau ada anggota mengeluh, sebagai ketua wajib membantu,” katanya.
