Minggu, 31 May 2020 01:00 UTC
Ketua Umum DPP Ikatan Penasehat Hukum Indonesia, Rahmat Santoso
JATIMNET.COM, Surabaya - Beberapa hari terakhir ini istilah "New Normal" menjadi perbincangan di kalangan masyarakat saat di tengah pandemi wabah Covid-19. Terlepas dari beragam perdebatan yang muncul terkait tatanan hidup berdampingan dengan Covid-19 yang didengungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru dinilai seperti embun yang menyejukan hati para kyai dan ulama pengasuh pondok pesantren.
Menurut Ketua Umum DPP Ikatan Penasehat Hukum Indonesia, Rahmat Santoso di tengah pandemi sekarang terdapat keresahan di kalangan santri. Yakni kapan santri bisa berkumpul lagi dan pendidikan pesantren dimulai?. Apalagi sudah hampir tiga bulan pesantren itu seperti mati suri, setelah semua santri dipulangkan dampak dari pandemi Covid-19.
Jumlah pesantren di seluruh Indonesia, masih kata Rahmat, terdapat 28.194 pesentren dengan sekitar 5 juta santri mukim yang tersebar di seluruh Indonesia saat ini.Sedangkan jika total dengan santri non mukim berkisar 18 juta jiwa.
Belum lagi jumlah pengajar yang tak kurang dari 1,5 juta jiwa. Semua bersandar pada kehidupan pesantren. "Tentu menjadi normal, jika banyak pertanyaan sampai kapan aktifitas pesantren ini terhenti?," kata Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) MPC Pemuda Pancasila Kota Surabaya ini, Sabtu 30 Mei 2020.
BACA JUGA: New Normal
Rahmat juga merasakan apa yang dialami kalangan pesantren hal itu lantaran masih kerap sowan dan berkumpul bersama para kyai dan ulama-ulama. Kementerian Agama (Kemenag), tanggal 27 Mei 2020 juga sudah mengeluarkan edaran “Kebijakan Kegiatan Pesantren dan Rumah Ibadah dalam Menghadapi New Normal”.
Secara umum, apa yang terkandung dalam konsep pesantren menuju New Normal dari pemerintah melalui Kemenag itu sebenarnya sudah bukan baru dalam Islam. Protokol pencegahan covid-19, seperti mencuci tangan, memakai masker, bersin menutup mulut, hingga jaga jarak adalah konsep Islam Life Style.
"Memakai masker misalnya, mirip dengan cadar yang dipakai wanita mukminah. Cuci tangan, juga ada dalam wudhu. Mejaga wudhu sangat dianjurkan dalam Islam," terangnya.
Selain itu, soal sosial distancing, dalam Islam juga sudah dianjurkan berkumpul harus memberi manfaat, tidak boleh yang berkumpul sia-sia apalagi yang membahayakan. "Lantas apa yang menjadi masalah pesantren tidak segera dibuka jika konsep new normal itu sudah bukan barang baru di Islam," ujarnya.
BACA JUGA: Sambut New Normal, Pariwisata Jatim Harus Siapkan Fasilitas Kesehatan
Diakui pemerintah dan termasuk kita semua harus berhati-hati. Keselamatan santri dan para guru pesantren di atas segalanya. Apalagi kondisi pandemi korona di tiap daerah tidak sama. Ada yang sudah turun tapi juga ada yang justru naik, seperti yang terjadi di Jawa Timur.
"Untuk itu, perlu berbagai persiapan agar memastikan pesantren benar-benar aman sebelum dibuka kembali," kata Rahmat.
Secara garis besar menurut Rahmat ada empat langkah untuk memulai New Normal di Pesantren. Keempatnya, yaitu Sertifikasi Pesantren, Protokol Kesehatan COVID-19 Pesantren, Sarana-Prasana dan Kelompok Rentan.
"Terkait sertifikasi, tujuannya untuk menentukan kelayakan pesantren atau memberikan jaminan bagi seluruh stake holder (orangtua/wali santri, pengajar, staf, dan masyarakat di sekitar pesantren) bahwa pesantren yang menyandang sertifikasi berarti memenuhi kualifikasi bebas COVID-19 atau dalam konteks ini bahwa pesantren tersebut memenuhi unsur-unsur yang dibutuhkan dan mematuhi protokol kesehatan COVID-19," katanya.