Logo

Strategi RSUD Blambangan Urai Antrean Obat dengan Layanan Gojek

Reporter:,Editor:

Sabtu, 30 October 2021 14:20 UTC

Strategi RSUD Blambangan Urai Antrean Obat dengan Layanan Gojek

ANTAR OBAT. Seorang driver Gojek mengantarkan obat pada pasien RSUD Blambangan dalam program Gancang Aron, Desember 2019. Foto: Ahmad Suudi

JATIMNET.COM, Banyuwangi – Tahun 2016 menjadi masa yang menantang bagi Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Blambangan, Banyuwangi, Ari Kurnianingsih. Lantaran unit yang dia pimpin mendapat banyak protes dari pasien, Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Nihayatul Wafiroh, hingga atasannya sendiri, Bupati Banyuwangi yang saat itu dijabat Abdullah Anwar Anas.

Kritik masyarakat lebih ramai lagi di media sosial yang menyinggung lamanya waktu tunggu pemrosesan obat di apotek RSUD Blambangan. Sebab, pasien rawat jalan rumah sakit tersebut harus duduk di depan apotek hingga 4 jam untuk bisa membawa pulang obat mereka.

"Mereka itu nyinyir-nya pedas-pedas dan langsung ke Pak Bupati. (Misalnya) Pak, kalau caranya begini sebelum pulang kami mati dulu. Sementara kalau kita melihat di tahun-tahun itu di Banyuwangi, semua SKPD sedang berbenah dan berusaha meningkatkan kepuasan masyarakat atas pelayanan publik dengan sebaik-baiknya," kata Ari, Rabu, 27 Oktober 2021.

Bupati Banyuwangi saat itu bahkan memunculkan wacana agar obat bisa dikirim melalui Kantor Pos untuk mengurangi jumlah pasien dalam antrean obat. Jumlah pasien RSUD Blambangan yang dilayani kefarmasiannya mencapai 700 orang per hari yang menyebabkan antrean terlalu panjang.

Namun gagasan mengirim obat lewat Kantor Pos tidak sesuai dengan serangkaian regulasi terkait kesehatan yang tidak mengizinkan adanya celah kesalahan dalam pemberian obat. Pihaknya lebih memilih memberdayakan tenaga bermotor pengantar obat untuk mengurai antrean.

BACA JUGA: Wapres Serahkan Penghargaan Program Antar Obat ke Rumah Pasien Banyuwangi

Cara itu dipilih karena tim kefarmasian bisa menjamin distribusi obat ke pasiean yang tepat melalui swafoto pengantar bersama pasien dan obat yang diantar. Berbeda dengan Kantor Pos yang sistemnya belum memungkinkan pihaknya mengonfirmasi distribusi obat hingga sedemikian jauh.

"Karena (kalau ada kekeliruan) dengan obat itu, yang terancam adalah nyawa. Obat itu adalah senyawa yang betul-betul berpengaruh pada sistem tubuh, itu spesifik, itu sangat berbahaya. Kami mencari cara bagaimana agar pasien tidak harus menunggu obat, tapi sistem pelayanannya itu dibuat dengan menjamin keamanan pasien, agar mereka tidak mendapatkan dampak yang tidak dikehendaki dari pelayanan obat," kata Ari.

Sistem itu dia konsultasikan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Himpunan Seminat Farmasi Rumah Sakit Seluruh Indonesi (Hisfarsi), Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi JawaTimur, dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Tetap saja cara kerja itu mendapat ujian, yakni terkendala kurangnya pegawai dan dipertanyakan keamanannya oleh masyarakat kefarmasian skala nasional.

Pemberian obat sebelumnya harus dilakukan dengan pertemuan tatap muka antara apoteker dan pasien disertai penyampaian informasi yang memadai tentang obat. Sementara saat obat diantarkan pegawai bermotor, potensi terjadi salah alamat menjadi celah yang dianggap berbahaya.

Dalam sebuah forum akhir 2017 yang dihadiri dekan seluruh pendidikan tinggi kefarmasian di Indonesia, Ari berhasil menjelaskan dan meyakinkan hadirin bahwa sistem yang disusun timnya aman dan tidak melanggar regulasi.

Di depan BPOM, IAI, Hisfarsi, Dinkes Jatim, dan Kemenkes, dia mengatakan sistem yang telah melalui berbagai kajian tersebut justru lebih efektif dan aman dalam mengurai antrean pelayanan obat daripada cara lain yang jamak dipakai sebelumnya.

"Di tempat lain yang dilakukan adalah modifikasi antrean dan percepatan waktu pelayanan. Kami (sebenarnya) juga sudah melakukan itu semua. Cuma itu hasilnya tidak signifikan, mungkin berkurang menunggunya sekitar 8 atau 7 menit. Dan itu juga berisiko karena berpotensi terlalu buru-buru dalam memproses resep obat, berpotensi terjadi kesalahan semakin besar," ucapnya.

AMBIL ORDER. Seorang driver Gojek mengambil order mengantar obat di depo obat antar program Gancang Aron RSUD Blambangan, Banyuwangi, Januari 2018. Foto: Ahmad Suudi

Lulus dari "sidang" para dekan, RSUD Blambangan membangun kerjasama dengan Gojek untuk layanan antar obat, sehingga kendala kurangnya tenaga juga bisa diatasi. Gojek dipilih karena dinilai memberikan kemudahan dan keamanan, dimana data pasien tetap aman, satu pengantaran untuk satu pasien sehingga lebih akurat dan RSUD Blambangan bisa mendapatkan data yang mereka butuhkan.

BACA JUGA: Langgar Ketentuan BPOM, Ribuan Situs Penjual Obat Dihapus dari Internet

Selain keselamatan pasien dan perlindungan data pribadi, RSUD Blambangan juga berusaha menjauhkan driver Gojek dari ancaman pidana kesalahan penanganan obat dengan cara sebelum diizinkan mengantar obat, driver Gojek mengikuti pelatihan dan tes uji pengetahuan pengantaran obat yang aman sesuai regulasi kefarmasian.

Shelter Gojek kini tampak di sisi kiri pintu masuk ruang pendaftaran di gedung depan RSUD Blambangan dengan kerangka besi berwarna hijau. Setelah masuk gedung dan ambil jalan ke kanan sampai ujung akan sampai di depan depo obat antar yang dikelola Instalasi Farmasi rumah sakit tersebut.

Di depo itulah pasien dari berbagai poli bisa datang untuk mendapatkan layanan antar obat. Sebelum pandemi, tak kurang 30 pasien per hari yang memanfaatkan layanan Gancang Aron dan langsung pulang setelah menerima keterangan mengenai obat yang akan dia konsumsi.

Driver Gojek yang mengambil order itu datang ke depo obat antar itu, mencatatkan diri, menyimak keterangan dari apoteker, lalu berangkat mengantar obat. Setelah sampai di rumah pasien, driver Gojek berswafoto dengan pasien dan obatnya sebagai bukti pengiriman sampai pada orang yang tepat.

"Kalau pasien yang mau menggunakan Gancang Aron tinggal bilang saya mau pakai Gancang Aron, nah tinggal dia ke depo Gancang Aron, dia dapat rekam pengobatan pasien yang lembar hijau dan dapat penjelasan terkait obat, dia bisa pulang. Depo Gancang Aron juga tetap menerima catatan resep tulisan tangan, tapi diwawancarai dulu perkembangan penyakitnya dan didata alamatnya, diberi penjelasan obat-obatan, lalu pulang," kata Ari.

Dia mengatakan hingga kini ada hampir 15 ribu catatan pengantaran obat yang dikerjakan timnya bersama 500 orang driver Gojek yang telah lulus tes. Hasilnya, bila dulu proses satu resep obat membutuhkan waktu 10 menit, sekarang bisa selesai dalam 5 menit.

Bila sebelumnya antrean apotek bisa mencapai 4 jam waktu tunggu, kini tak pernah sampai 1 jam masing-masing pasien menunggu obatnya. Namun performa maksimal itu bisa berkurang bila anggota tim Instalasi Farmasi berkurang, contohnya saat sebagian tertular Covid-19 varian delta Juli lalu.

"Pasien-pasien yang benar-benar tidak punya waktu, yang berisiko komplain, mereka bisa memanfaatkan layanan ini. Pasien-pasien lain otomatis terkurangi antreannya, plus kami juga melakukan proses digital," ucap Ari.

BACA JUGA: Animo Masyarakat Banyuwangi pada Vaksinasi Covid-19 Tinggi

Digitalisasi yang ia maksud merupakan peningkatan Gancang Aron ke versi 1 dengan penambahan sistem informasi Instalasi Farmasi. Sistem itu meliputi jaringan data yang terintegrasi dengan seluruh poli sehingga resep tidak perlu lagi ditulis tangan, pengisian beberapa formulir secara otomatis dan chat dengan pasien melalui aplikasi Smart Kampung milik Pemkab Banyuwangi.

Masalah lain yang perlu diatasi adalah plafon anggaran ongkos kirim gratis yang di waktu tertentu habis, sehingga kadang pasien harus membayar ongkos kirim sendiri. Saat harus membayar secara mandiri, pasien yang rumahnya jauh cenderung memilih antre karena khawatir membayar ongkos kirim yang mahal.

Pandu, salah satu driver Gojek Gancang Aron, mengatakan proses pengantaran obat tak jauh berbeda dengan layanan GoSend. Namun ada sebagian driver Gojek hanya mengincar jenis order tertentu, misalnya hanya GoFood dan GoRide, sehingga menghindari order GoSend termasuk Gancang Aron.

Menurutnya pandemi Covid-19 yang justru membuat order mengantar obat menjadi lebih mendebarkan karena tak tahu si pasien sakit apa. Namun pada umumnya driver Gojek tetap mau mengantarkan obat Gancang Aron dengan melaksanakan protokol kesehatan terutama bermasker dan jaga jarak.

"Kalau saya dan teman-teman yang biasa sama saya apapun orderannya yang jelas mendapatkan rupiah, mendapatkan income. Jadi kita nggak pernah nolak. Biasanya teman-teman lebih takut kalau enggak makan," kata Pandu diikuti suara tawa.