Logo

Senjakala Media di Pakistan Mulai Mewabah

Reporter:

Kamis, 20 December 2018 07:11 UTC

Senjakala Media di Pakistan Mulai Mewabah

Ilustrator: GIlas Audi

JATIMNET.COM, Karachi – Senjakala media cetak di belahan dunia telah mewabah di Pakistan. Ribuan pekerja pers di negara yang pernah dipandang satu di antara paling aktif di Asia Selatan itu menyusut drastis dalam beberapa bulan terakhir.

Merosotonya pendapatan iklan, ditambah pencabutan subsidi di tengah memburuknya ekonomi koloni Inggris tersebut. Pemutusan hubungan kerja pekerja pers dan wartawan dipilih sebagai bentuk efisiensi.

Herald yang dimiliki Dawn Group misalnya. Majalah politik bulanan paling bergengsi dan cukup tua di Pakistan berencana menerbitkan edisi terakhirnya bulan ini. Herald merupakan salah satu dari dua kelompok media utama, dikenal laporannya yang kritis terkait isu politik dan keamanan.

Awal pekan ketiga Desember 2018 ini, Jang Group sebagai kelompok media terbesar di Pakistan menutup tujuh perusahaan penerbitannya. Termasuk surat kabarnya yang beredar luas, Daily News (Bahasa Inggris), dan Awam (Bahasa Urdu). Lebih dari 1.400 wartawan dan staf terkaitnya kehilangan pekerjaan dalam satu hari.

Express Media Group dan Dunya Media Group, sebagai kelompok media terbesar keempat dan ketiga, sudah memutus lebih dari 200 wartawan selain memangkas gaji pekerja yang tersisa 15 hingga 35 persen.

Menurut Uni Jurnalis Federal Pakistan (PFUJ) lebih dari 2.000 wartawan kehilangan pekerjaan setelah penutupan perusahaan dalam beberapa bulan terakhir.

“Ini bukan krisis dalam satu malam. Ini bagian dari kegiatan penyensoran yang bertujuan menyusutkan booming (industri) media, sekaligus mengekang kebebasan pers,” kata Pemimpin PFUJ Afzal Butt kepada Kantor Berita Anadolu, Kamis 20 Desember 2018.

Merujuk kepada lembaga sipil dan militer di negeri itu, yang dituduh oleh perhimpunan wartawan mendalangi kegiatan untuk memangkas industri media agar dengan mudah ditangani.

Pakistan dilaporkan hanya memiliki satu saluran televisi milik negara dan dua stasiun radio sampai 2001. Tapi, dalam delapan tahun kemudian jumlah stasiun televisi swasta menjadi 50, berkat kebijakan media terbuka dari mantan penguasa militer Jenderal Pervez Musharraf.

Booming media menguntungkan kelas wartawan televisi yang menerima gaji besar dan menjadi daya tarik bagi pemuda untuk terjun ke dunia jurnalistik.

Puluhan universitas mendirikan fakultas ilmu media untuk memenuhi keperluan industri media. Sebaliknya, saat ini hanya beberapa saluran yang mampu membayar gaji wartawan dan karyawan tepat waktu. Bahkan Geo TV belum membayar gaji stafnya selama tiga bulan terakhir ini.

“Industri media berada di ambang keambrukan akibat kebijakan anti-media oleh Kementerian Penerangan,” kata Presiden Perhimpunan Semua Surat Kabar Pakistan (APNS)Sarmad Ali. (ant)