Sabtu, 18 September 2021 09:00 UTC
Tiga Petani yang mewakili para Petani dari Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo, Gresik membentangkan poster tulisan aksinya didepan pergudangan DKP. Foto: Agus Salim.
JATIMNET.COM, Gresik - Sebanyak tiga Petani dari perwakilan kelompok petani Desa Tenaru Kecamatan Driyorejo, Gresik melakukan aksi jalan kaki. Sembari membentangkan poster bertuliskan ketidak puasan akan adanya dampak pengurukan lahan pergudangan yang dilakukan PT DKP (Driyo Kencana Permai).
Mereka berjalan kaki dari Desa Tenaru ke Kawasan Pergudangan DKP bentuk protes kelompok petani Desa Tenaru yang terimbas karena dianggap merusak areal persawahan mereka. Dimana imbas pengurukan tersebut menyebabkan banjir dan tanah urug nya menjalar ke lahan pertanian atau persawahan mereka.
Muhamad Sutek koordinator kelompok petani mengatakan, setelah pengurukan tersebut menyebabkan beberapa dampak yang menimbulkan persoalan. "Lahan petani "terancam" tidak bisa ditanami karena pada senin dan selasa tanggal 13 dan 14 September 2021 lalu turun hujan lebat," katanya, Sabtu 18 September 2021.
Menurutnya, warga telah mengirimkan surat undangan untuk membahas potensi kerusakan lahan akibat banjir dan longsor yang dimungkinkan terjadi lebih parah pada musim hujan pada tahun ini.
Baca Juga: Anggap Gagal Target, Bupati Gresik Evaluasi Perumda Giri Tirta
Sementara, Ruli Mustika Adya kuasa hukum kelompok petani menyatakan aksi jalan kaki ini adalah bentuk protes dari kelompok petani yang dirugikan atas kegiatan pengurukan pihak PT DKP. "Kami akan menempuh jalur hukum dan melakukan gugatan jika tidak ada penyelesaian di luar pengadilan atas apa yang menimpa petani disini," terangnya.
Senada dengan Aziz, Manager Advokasi dan Litigasi Ecoton Gresik mengaku saat ini petani tidak bisa menanam karena tanah urug longsor ke tanah warga. Meski pihaknya belum melakukan kajian akan kerusakan tersebut, untuk kegiatan urukan itu katanya perusahaan tidak ijin ke pemilik lahan yang berada di sebelahnya.
"Kalau kita bicara potensi kerusakan itu pasti ada, seperti pada UU 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Potensi kerusakan bisa dijadikan dasar untuk keberatan atas kegiatan usaha," katanya memungkasi.