Selasa, 04 September 2018 11:15 UTC
Grafik pergerakan rupiah. Sumber: Bloomberg.
JATIMNET.COM, Jakarta – Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat terus melemah. Nilai tukar rupiah Selasa 4 September 2018 terparkir di posisi Rp 14.930 per dollar AS atau melemah 0,8 persen dibanding sesi penutupan sehari sebelumnya.
Namun rupiah masih sedikit lebih baik jika dibanding dengan Rupee India yang melemah 10,3 persen, Rand Afrika Selatan turun 15,9 persen, Real Brasil 20 persen, dan Lira Turki 42 persen. Begitu juga dengan Euro terdepresiasi 0,53 persen, Yen Jepang 0,32 persen, dollar Australia 0,57 persen, dan dollar Kanada 0,47 persen.
Dikutip dari Bloomberg, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan akan melakukan pembatasan impor. Menurutnya, barang-barang konsumen yang diimpor telah melonjak lebih dari 50 persen pada bulan Juli dan Agustus.
“Upaya pemerintah saat ini memangkas impor, terutama untuk barang-barang konsumsi, dapat mempengaruhi pertumbuhan konsumsi rumah tangga tahun depan,” katanya, Senin 4 September.
Saat ini pemerintah dan bank sentral sedang meningkatkan aksi untuk melindungi rupiah yang menuju 15.000 dollar AS, untuk pertama kalinya sejak krisis keuangan 1998. Bank Indonesia telah mengadopsi sejumlah langkah untuk meningkatkan likuiditas dan akan menekan spekulasi di pasar valuta asing untuk mengekang volatilitas.
Sementara Chief executive officer PT Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul dan Kepala ekonom PT Bank Central Asia di Jakarta David Sumual menyatakan pembatasan mungkin memiliki konsekuensi.
Beberapa importir terburu-buru meningkatkan pembelian sebelum pembatasan diterapkan. Menurut analis, hal ini menyebabkan mata uang asing makin melonjak dan memperburuk depresiasi mata uang.
Menyikapi melemahnya rupiah dalam sepekan terakhir ini, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo optimistis tekanan eksternal yang membuat rupiah terkapar akan berakhir di akhir tahun 2019. Dia tidak menampik jika dollar AS masih perkasa dalam tiga bulan ke depan.
Hal itu disebabkan ekspetasi pasar mengenai The Federal Reserve Bank Sentral AS yang akan menaikkan suku bunga acuannya pada September dan Oktober 2018.
“Tahun ini (pelemahan rupiah) karena kenaikan suku bunga acuan The Fed lebih rendah, tekanan terhadap kurs tidak akan seberat tahun ini,” ujar Perry dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR RI, Antara Selasa 4 September 2018.
Selain normalisasi kebijakan moneter The Fed, dinamika perang dagang global yang diinisiasi kebijakan Presiden AS Donald Trump. Begitu juga dengan tekanan mata uang negara-negara berkembang, seperti Argentina, Turki, dan Indonesia.
Pasar keuangan domestik masih sangat rentan dengan sentimen negatif eksternal karena kepemilikan asing pada instrumen keuangan domestik, termasuk Surat Berharga Negara pemerintah yang masih cukup besar.
The Fed diprediksi masih menaikkan suku bunga acuannya untuk keempat kalinya. Sebelumnya Bank Sentral sudah menaikkan suku bunga acuan pada Maret dan Juni 2018 lalu. Selain itu, The Fed rencananya akan menaikkan suku bunga acuan dua kali lagi dari level sekarang di 1,75-2 persen.
Perry menyebut pelemahan nilai tukar rupiah sepanjang tahun sudah sebesar 7,8 persen (year to date/ytd). Namun, angka pelemahan itu masih jauh lebih baik dibanding negara-negara dengan kapasitas ekonomi serupa (peers).