Minggu, 30 September 2018 05:13 UTC

Putu Adi Purnomo Djingga Wijaya dituntun ibunya, Wayan saat akan diwisuda. Foto: Nani Mashita
JATIMNET.COM, Surabaya – Kekurangan fisik tidak harus menjadikan seseorang rendah diri. Justru sebagai dasar memacu diri untuk terus maju. Itulah yang jadi falsafah hidup bagi Putu Adi Purnomo Djingga Wijaya, pria asal Denpasar Bali yang berhasil meraih gelar Magister Kenotariatan di Universitas Narotama.
Putu diwisuda bersama 253 wisudawan lain di Grand Ballroom Shangri-La Hotel, Sabtu 29 September 2018 malam. Saat diwisuda, ia didampingi ibunya dan terlihat dipapah sang ibu ketika naik ke panggung wisuda.
Putu adalah seorang penyandang disabilitas. Sejak lahir, ia mengalami keterbatasan pada bagian tubuhnya. Kedua kaki dan tangannya tidak bisa digerakkan. Cibiran dan hinaan sejak kecil akibat kondisi fisiknya kerap dialami.
Saat mengadu kepada orang tua, ia diberi semangat untuk tetap kuat dan tidak memikirkan komentar orang lain. “Itu yang membuat saya kuat. Saya sekarang lebih cuek dengan apapun omongan orang,” tuturnya.
Semangat itu ia buktikan dalam menempuh pendidikan. Pria kelahiran 4 Mei 1988 itu pernah menempuh pendidikan sarjana di Universitas Wijaya Kusuma. Setelah lulus S1, ia sempat bekerja selama tujuh bulan sebagai admin di sebuah pabrik tekstil.
“Sebenarnya setelah lulus S1 saya ingin bekerja saja, tapi Mama mendorong untuk melanjutkan S2. Akhirnya saya hanya sempat bekerja selama 7 bulan kemudian memilih melanjutkan di Magister Kenotariatan Universitas Narotama,” kata Putu.
Selama menempuh pendidikan, Putu dibantu oleh sang ibu dan ayah untuk berjalan dan menaiki tangga. Oleh karena itu, ia menyebut keberhasilannya menyabet gelar S2 dipersembahkan kepada ibunda tercinta, Wayan. “Mama sangat membantu saya dan memotivasi saya untuk terus sekolah. 80 persen gelar yang saya dapat ini adalah berkat bantuan Mama,” ujarnya.
Ibunda Putu, Wayan, menceritakan bahwa sejak hamil memang putranya itu dalam keadaan sungsang. Meskipun beberapa kali sudah menjalani terapi untuk memutar posisi jabang bayi di dalam kandungan, namun tidak berhasil.
“Kemudian saat melahirkan secara normal, Putu harus divakum di bagian pantat karena keadaan sungsang tersebut. Sehingga, Putu sempat kesulitan bernapas dan menelan. Kondisi tersebut membuat Putu berada di rumah sakit selama satu bulan,” ceritanya.
Saat sudah kembali pulang, keadaan Putu pun normal sehingga bisa menggerakkan kaki dan tangannya. Namun ketika memasuki usia 6 bulan, Putu yang seharusnya sudah bisa duduk namun belum bisa karena bagian tubuhnya lemas.
Tahun 2008, Putu menjalani operasi pertamanya di Taiwan dan berhasil membenahi bagian tubuhnya sebelah kiri. “Ketika akan dilanjutkan operasi kedua untuk bagian tubuh sebelah kanan, Putu mengalami penolakan pada obat dan sekujur tubuhnya melepuh,” lanjut Wayan.
Putu mengaku sudah menerima keadaan dirinya dan menjalani hidupnya senormal mungkin. Ia berpesan pada para penyandang disabilitas agar terus mengembangkan diri. “Kuncinya jangan minder. Cuek saja dengan omongan orang dan terus bergerak maju. Jangan sampai keadaan membatasi kita,” tutupnya.
