Logo

Pembunuh Siswi SMPN Kemlagi Mojokerto Divonis 7 Tahun 4 Bulan Berakhir Ricuh

Reporter:,Editor:

Jumat, 14 July 2023 05:00 UTC

Pembunuh Siswi SMPN Kemlagi Mojokerto Divonis 7 Tahun 4 Bulan Berakhir Ricuh

no image available

JATIMNET.COM, Mojokerto - Sidang kasus pembunuhan dan perampasan barang siswi SMPN Kemlagi di kantor Pengadilan Negri Kabupaten Mojokerto berakhir ricuh, Jumat 14 Juli 2023.

Kericuhan bermula usai putusan hukuman terdakwa AA oleh hakim tunggal Made Cintia Buana dibacakan lebih ringan 7 tahun 4 bulan atau lebih ringan dua bulan diputuskan di ruang sidang ramah anak sekitar pukul 10.30 WIB.

Di mana JPU Ismiranda Dewi Putri memberikan tuntutan 7 tahun 6 bulan dengan denda 1M digantikan pelatihan kerja selama 6 bulan di LPKA Blitar. Sejumlah keluarga korban berteriak tak terima dengan putusan tersebut. 

Bahkan diantaranya naik ke atas meja menuntut hukuman setimpal atas perbuatan AA yang menghabisi nyawa korban. Meski dikategorikan anak dibawah umur dan dilindungi undang-undang perlindungan anak.

Dalam kasus ini, AA didakwa dengan pasal alternatif yakni pasal 80 ayat 3 juncto 76C undang-undang nomor 35 tahun 2014 tetang perlindungan anak, pasal 340, 338, serta 365 KUHP juncto 55-56. 

"Hei dituku piro (dibeli berapa) Kon (kamu), gak terima. Pikirin yah anakmu di pateni terus diperkosa. Iku pie rasane (itu gimana rasanya). Ludrukan Iki Yo ludrukan (ludrukan ini ya ludrukan)," teriak keluarga korban.

Tak sampai disitu, isak tangis Yulia Ika Cipta Fibriana (33) ibu korban pecah usai mendengar hasil putusan akhir hukuman divoniskan ke AA yang tega membunuh puteri semata wayangnya itu dengan berencana pada Senin 15 Mei 2023.

Wanita yang mengenakan jilbab abu-abu dan gamis berwarna peach itu pun berteriak histeris sembari memeluk foto korban. "Anakku anakku," teriaknya.

Pihak keluarga pun mencari keberadaan JPU yang menghadiri sidang secara online dari Kantor Kejaksaan Kota Mojokerto. Dan meminta putusan itu ditarik kembali. 

"Hukum kaya tae Iki (hukum seperti tai), endi JPU ne Iki (mana JPU nya ini). Gak teko rene (gak datang ke sini). Lak ko enak anak e uwong dipateni (terus ko enak anaknya orang dibunuh). Hakim ganti jelaskan, kalau gak (kalau tidak), gak akan buyar (tidak akan bubar)," ucap salah satu keluarga di dalam ruang sidang ramah anak yang sebelumnya terbatas.

Hakim tunggal Made Cintia Buana sempat berusaha meredam dan menjelaskan hasil putusan tersebut sudah sesuai prosedur. Dan meminta pihak keluarga untuk mendengarkan penjelasan PN melalui jubir yang ditunjuk. Begitu pula tahapan banding yang bisa dilakukan keluarga korban usai sidang vonis dibacakan.

"Ini terhadap putusan ini pada intinya saya nyatakan bersalah (AA), nanti yang menjelaskan lebih detail jubir, saya hanya hakim yang melaksanakan saja. Nanti yang menjelaskan ke publik jubir berdasarkan keputusan saya nggih," kata Made.

Meski begitu pihak keluarga tak terima dan terus menuntut keadilan yang dianggap tak adil. Lantaran, pihak keluarga sejak awal kasus ini terungkap dan berada di meja persidangan tak ada pendampingan hukum sama sekali kecuali JPU.

Tak seperti pendampingan hukum yang didapatkan terdakwa AA (15). Mulai dari pengacara dan Bapas Surabaya hingga vonis putusan dibacakan hakim tunggal.

"Putusan iku lho iso berubah tah gak pak (putusan itu bisa berubah gak pak), aku jaluk tolong (aku minta tolong). Saiki Yo pelaku oleh pendampingan hukum (sekarang pelaku dapat pendampingan hukum). Aku korban gak oleh apa-apa pak teko pemerintah (aku korban gak dapat apa-apa dari pemerintah). Ludrukan cap gatel a iki (ludrukan tidak benar ini). Aku dari awal bingung Pak, gak ada yang dampingi. Korban Iki (korban ini)," keluh Atto Utomo ayah korban AE kesal dihadapan hakim.

Sejumlah aparat kepolisian terlihat tak bisa meredam amarah keluarga korban yang tiba sejak pukul 08.00 WIB tersebut. Bahkan, hakim tunggal sempat tertahan dan diminta pihak keluarga untuk tak meninggalkan ruang sidang dan menjelaskan vonis hukuman yang dianggap tak adil.

Reporter: Hasan/ Editor: Karina - Bruriy