Selasa, 09 July 2019 06:26 UTC
Ilustrasi unjuk rasa. Foto: Unsplash
JATIMNET.COM, Surabaya – Pimpinan pemerintahan Hong Kong Carrie Lam mengumumkan jika undang-undang ekstradisi ke Cina “telah mati”, pasca unjuk rasa besar-besaran menolak undang-undang itu, 12 Juni lalu.
Pengumuman tersebut dibacakan pada konferensi pers, Selasa 9 Juli 2019. Lam menyebut jika undang-undang itu adalah sebuah “kegagalan total”.
Namun ia tidak mengatakan jika undang-undang itu akan ditarik sepenuhnya, seperti yang tuntutan para pengunjukrasa.
“Namun masih ada keraguan di masyarakat, tentang ketulusan pemerintah, atau khawatir jika pemerintah akan memulai kembali prosesnya di Dewan Legislatif,” kata Lam pada reporter, dikutip dari Bbc.com, Selasa 9 Juli 2019.
BACA JUGA: Tolak Undang-Undang Ekstradisi, Jutaan Penduduk Hong Kong Unjuk Rasa
“Jadi saya tegaskan di sini, tak ada rencana seperti itu. Undang-undang itu telah mati,”.
Sebelumnya ia mengatakan jika undang-undang itu “akan mati” tahun 2020, mengikuti habisnya masa jabatan dewan legislatif yang ada.
Namun, sejumlah aktivis mengatakan jika Lam sedang bermain kata-kata.
“Yang kami inginkan adalah pencabutan secara penuh undang-undang itu. Ia sedang ebrmain kata-kata,” kata Chan Wai Lam William, Petugas Umum dari Serikat Pelajar Universitas Cina di Hong Kong, dikutip dari Reuters.com.
BACA JUGA: Demonstrasi di Hong Kong Tak Pengaruhi Pekerjaan Tenaga Kerja Indonesia
Pengunjukrasa juga menuntut Lam untuk mundur dari jabatan Kepala Eksekutif Hong Kong, mengikuti penyelidikan independen polisi atas pengunjuk rasa, dan untuk pemerintah yang mengabaikan deskripsi dari unjuk rasa dengan kekerasan, pada aksi 12 Juni.
“Ini bukan hal yang mudah bagi saya untuk mundur, dan saya masih memiliki semangat untuk melayani masyarakat Hong Kong,” kata Lam merespon keinginan pengunjuk rasa.
Kepala Eksekutif Hong Kong dipilih oleh sekelompok komite kecil dari sejumlah orang yang memberikan keuntungan pada Beijing dan secara resmi ditunjuk oleh pemerintahan pusat Cina. Lam bisa turun jika mendapatkan persetujuan dari Beijing, kata para ahli.
