Kamis, 27 December 2018 13:57 UTC
no image available
JATIMNET.COM, Surabaya – Ambrolnya Jalan Raya Gubeng, Selasa 18 Desember 2018 memunculkan jejak masa lampau. Salah satu yang mencuat adalah rel trem listrik ketika jalan itu ambles. Lantas seperti apa Jalan Raya Gubeng di masa lampau?.
Berdasarkan penggalian informasi yang didapat Jatimnet.com, kawasan Gubeng terbentuk seiring dengan pesatnya pertumbuhan pemukiman di Surabaya. Peta Surabaya tahun 1905 misalnya, terlihat wilayah itu masih sebagai lahan hijau atau ditumbuhi pepohonan.
“Pemukiman berkembang di daerah Gubeng setelah adanya undang-undang Desentralisasi (pembentukan Gemeente Surabaya). Wilayah Surabaya kemudian berkembang ke arah Selatan,” ujar Ketua Heritage Surabaya Freddy H. Istanto, Kamis 27 Desember 2018.
BACA JUGA: Jalan Raya Gubeng Diupayakan Segera Diaspal
Desentralisasi merupakan perundangan-undangan yang dikeluarkan Pemerintah Hindia Belanda pada 1903. Setelah melalui persiapan yang panjang, pada 1 April 1906 undang-undang tersebut diterapkan di Surabaya dan membuatnya menjadi kota otonomi khusus atau Gemeente.
Dikutip dari jurnal karya Purnawan Basundoro dengan judul Aktivitas Gemeente Surabaya 1906-1942, yang dipublikasikan melalui journal.unair.ac.id disebutkan bahwa untuk mengatasi kesulitan pemukiman pada tahun 1906, Pemerintah Kota Praja Surabaya membeli tanah seluas 130 ha di Gubeng Jepit dan dikembangkan sebagai perumahan.
Seberang Sungai Simpang dipakai sebagai kuburan bagi orang Eropa, sedangkan bagian Timur Jalan kereta api, dibagun pemukiman bagi masyarakat Eropa. Kuat dugaan, daerah itulah yang lantas sekarang dikenal dengan nama Jalan Raya Gubeng.
BACA JUGA: DLH Sebut Kontruksi Tanah Jalan Raya Gubeng Mudah Longsor
“Memang saat masa Belanda Jalan Raya Gubeng ditempati perumahan elite masyarakat Eropa dan menjadi jalur utama,” tambah Freddy.
Sebagai kawasan elite, Jalan Raya Gubeng dilayani oleh jalur trem listrik. Itu diketahui dari peta Oost Java Stoomtram yang didapat Jatimnet.com bertarikh 1920. Trem listrik menjadi sarana transportasi masyarakat kalangan atas atau Eropa, sebelum adanya politik etis.
Tidak heran jika sampai sekarang jalan ini masih menjadi simpul penting wilayah Kota Surabaya.
