Minggu, 05 July 2020 11:45 UTC

MAJU PILWALI: Whisnu Sakti Buana, politisi yang juga menjabat sebagai Wakil Wali Kota Surabaya siap maju di Pilwali Surabaya 2020. Foto: Dokumen
JATIMNET.COM, Surabaya - Kabar semakin dekatnya rekomendasi ke Wakil Wali Kota Surabaya saat ini, Whisnu Sakti Buana di Pilwali Surabaya 2020 memantik banyak reaksi. Spekulasi siapa pendamping Whisnu mulai muncul.
Salah satunya, Kepala Badan Pembangunan Kota (Bapeko) Surabaya, Eri Cahyadi. Ia digadang-gadang sebagai nama kuat yang diusulkan Wali Kota Surabaya saat ini, Tri Rismaharini sebagai suksesornya.
Bila benar rekomendasi PDI Perjuangan turun ke Whisnu, mungkinkah duet Whisnu-Eri akan terjadi. Pengamat politik Lembaga Transformasi (Eltram) Moch Mubarok Muharam menilai, seandainya pasangan dua kubu ini bersatu, maka hal itu hanya untuk membawa kepentingan sesat.
Siapapun yang disodorkan Tri Rismaharini, tidak akan mewarisi kekuatan dirinya dalam mengendalikan Pemerintahan Kota Surabaya. "Itu seandainya dipaksakan, hanya untuk kepentingan sesaat agar kedua kubu terakomodir dalam pilwali. Kubunya Whisnu menjadi calon wali kota dan kubunya Risma yaitu Eri Cahyadi terakomodir menjadi calon wakil wali kota," ujar Mubarok dalam keterangan resminya, Minggu 5 Juli 2020.
BACA JUGA: ARMUJI: URUSAN REKOM RANAH DPP PDIP
Alumni FISIP Universitas Airlangga (Unair) itu mengatakan, pemasangan Whisnu dan Eri tekesan ‘kawin’ paksa. Alasannya, partai berlambang banteng moncong putih itu tidak ingin kehilangan momen pada Pilkada 2020 mendatang.
Namun, Mubarok mengingatkan perang dingin kedua kubu. Posisi Whisnu yang kurang mendapat peran saat menjadi wakil Risma di pemerintahan bisa berlanjut. Eri sebagai representatif Risma, dapat mendapat posisi yang sama seperti Whisnu saat menjabat.
"Kawin paksa ini berat. Karena untuk membangun image sebelumnya tidak ada luka itu sangat berat. Walaupun tidak pernah bekerjasama, paling tidak, tidak ada luka antar dua kubu berkoalisi itu kan," ia menerangkan.
Mobarok sendiri mengakui, konflik antara Risma dan Whisnu tidak pernah muncul dipermukaan. Tetapi kondisi ini tidak bisa dalam waktu sekejap dipersatukan. Kalaupun dipaksakan, ia melihat, pasangan ini akan lemah. "Karena pada dasarnya kubu Risma dan Whisnu tidak ketemu," ia menegaskan.
BACA JUGA: Pilkada 2020 di Jatim, Sembilan Daerah Ini Diprediksi Butuh Pjs
Seperti diketahui, kekuatan kubu di kandang banteng terpecah dalam beberapa kekuatan. Faksi-faksi ini, memiliki dukungan yang kuat diinternal. Seperti dukungan faksi Bambang DH (mantan wali kota Surabaya), faksi Tri Rismaharini (Wali Kota Surabaya), dan faksi Whisnu Sakti Buana (mantan Ketua DPC PDI Perjuangan yang juga Wakil Wali Kota Surabaya).
"Kedua, faksi-faksi (faksinya Risma dan faksinya Whisnu) selama beberapa tahun itu sulit dapat dipersatukan dalam waktu sekejap. Itu secara teori," tuturnya.
Apabila pasangan Whisnu-Eri ini mengalami kemenangan atau kekalahan di Pilwali Surabaya 2020, maka Eri tidak akan bisa membawa pesan 'ibunya' wali kota Risma. Juga tidak menutup kemungkinan hubungan antara wali kota dan wakilnya, tidak menguntungkan warga Kota Surabaya.
"Karena mereka kawin paksa. Dan komunikasi antara wali kota dan wakilnya akan terputus, tidak ada pembagian tugas yang jelas untuk kepentingan masyarakat Surabaya. Eri kan wakilnya dan tidak bisa mengambil policy kebijakan," ia menerangkan.
Pun demikian, Mubarok menilai bukan tidak mungkin keduanya berduet. Kemungkinan itu tetap terjadi karena mepetnya waktu pendaftaran dan tidak ada pilihan lain bagi partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu. Kedua sama-sama mewakili representatif abangan atau PDI Perjuangan. Sehingga memperluas suara di pemilih ini akan terjadi.
