Senin, 12 May 2025 07:40 UTC
Ritual pradaksina yang merupakan ritual dalam upacara Puja Bakti Trisuci Waisak 2569 BE dengan mengelilingi Vihara Dhamma Metta, Jalan Mojopahit, Perumahan Sempusari, Kec. Kaliwates, Jember, Senin, 12 Mei 2025. Foto: Humas Vihara Dhamma Metta
JATIMNET.COM, Jember – Sekitar 100 umat Buddha dari berbagai penjuru Jember tampak khidmat mengikuti ritual Pujabakti yang digelar di Vihara Dhamma Metta, Jalan Mojopahit, Perumahan Sempusari, Kecamatan Kaliwates, Senin, 12 Mei 2025.
Seperti biasanya, upacara Pujabakti diawali dengan ritual Pradaksina, yakni berjalan mengelilingi Vihara Dhamma Metta. Ritual Pradaksina dipimpin Samanera Uggadharo dari Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Kertarajasa, Kota Batu. Samanera merupakan gelar untuk calon bikkhu yang masih menempuh pendidikan sarjana.
Umat Buddhis yang kebanyakan berasal dari Sangha Therawada -salah satu sekte terbesar dalam Buddha di Indonesia- itu tampak khidmat mengikuti ritual dan mengucapkan doa-doa dalam kitab Paritta Suci dengan menggunakan bahasa Pali, bahasa liturgi dalam upacara keagamaan Buddha.
Dalam perayaan Waisak tahun ini, terdapat dua pesan yang digaungkan, yakni pesan dari Sangha Therawada serta dari Kementerian Agama. Inti dari pesan tersebut, umat Buddha diminta untuk melestarikan ajaran leluhur bangsa dan menebarkan kebijaksanaan untuk mewujudkan perdamaian dunia.
BACA: Perayaan Puncak Hari Tri Suci Waisak 2569 BE/2025 Dipusatkan di Candi Borobudur
“Sesuai inti ajaran dari Sangha Therawada, adalah kesadaran menuju keluhuran Bangsa. Juga pesan dari Kementerian Agama, yakni mengajak umat Buddha untuk meningkatkan pengendalian kebijaksanaan menuju perdamaian dunia,” ujar Ketua Perwalian Agama Buddha Indonesia (Walubi) Jember, Pandita Sutarno, saat berbincang dengan Jatimnet.com.
Ratusan umat Buddha di Jember tersebut larut dalam suasana khidmat Pujabakti dalam rangkaian peringatan Hari Raya Tri Suci Waisak Tahun 2025 Masehi atau 2569 Buddhiest Era (BE).
“Berbeda dengan tahun lalu, tahun ini, kita tidak mengadakan upacara detik-detik Waisak yang biasanya digelar pada malam hari. Karena khawatir banyak yang tidak datang kalau digelar malam hari,” tutur pria yang juga berprofesi sebagai guru agama Buddha di Kementerian Agama (Kemenag) Jember ini.
Vihara Dhamma Metta menjadi satu-satunya tempat ibadah umat Buddha di Jember yang masih aktif menyelenggarakan upacara Waisak dalam beberapa tahun terakhir. Sebenarnya, menurut Sutarno, masih ada tiga lagi vihara di Jember. Dua diantaranya bahkan berada di perumahan yang sama dengan Vihara Dhamma Metta.
“Tapi tiga vihara itu sudah tidak murni ajaran Buddha, karena bercampur dengan ajaran dan tradisi lain, seperti Konghucu dan Tao. Selain itu, juga ada problem regenerasi, karena vihara-vihara tersebut umatnya sudah tua,” tutur Sutarno yang juga pengurus Forum Kerukunan Antar Umat Beragama (FKUB) Jember ini.
BACA: Libur Panjang Hari Raya Waisak, Gunung Bromo Dipadati Wisatawan
Salah satu vihara lain juga beraliran Buddha Maitrea yang merupakan aliran Buddha yang banyak berkembang di Taiwan.
Adapun Vihara Dhamma Metta yang mulai dibangun pada tahun 2002 dan beroperasi 2006 identik dengan Sangha Theravada yang menurut Sutarno adalah aliran Buddha yang murni mengikuti ajaran Siddharta Gaotama.
Meski demikian, yang menarik terdapat dua patung di pintu gerbang masuk Vihara Dhamma Metta, yakni patung Dewi Kwan Im di sisi kiri dan patung Dewa Brahma di sisi kanan.
Dewi Kwan Im merupakan sesembahan dalam ajaran Khonghucu. Sedangkan Dewa Brahma atau Brahma Sahampati adalah sosok yang meminta sang Buddha untuk mengajarkan darma kepada manusia.
Dibangunnya sosok sesembahan agama Khonghucu di pintu masuk vihara, menurut Sutarno, tak lepas dari sejarah berdirinya Vihara Dhamma Metta.
BACA: Puncak Waisak, Umat Buddha Gelar Pradaksina Doakan Kedamaian Dunia
“Ini karena saat proses pembangunan vihara ini yang penuh perjuangan, tidak lepas dari kontribusi teman-teman Tionghoa yang banyak menyembah Dewi Kwan Im. Sehingga tidak ada salahnya jika kita memberi patung untuk penghormatan,” ujar pria asal Semarang ini.
Momen Waisak tidak hanya dirayakan umat Buddha generasi tua. Bagi generasi muda Buddhis, Waisak juga menjadi momentum untuk merefleksikan ajaran agama Buddha dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti yang dikatakan Sekretaris Himpunan Kerukunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (Hikmahbuddhi Jember) Septy Dayu Mundita.
“Di satu sisi, bolehlah kita senang dan bangga banyak ucapan selamat Waisak di media sosial. Namun, yang lebih penting, jangan sampai kita meninggalkan inti ajaran sang Buddha untuk menebarkan cinta kasih,” ujar mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Jember (Unej) ini.