Logo

Lima Pilar Program Percepatan Menurunkan Stunting

Reporter:,Editor:

Jumat, 13 November 2020 03:00 UTC

Lima Pilar Program Percepatan Menurunkan Stunting

CEGAH STUNTING. Dinkes Surabaya menggelar kegiatan Timbang Serentak di Posyandu yang tersebar di Surabaya, Rabu, 12 Februari 2020. Kegiatan ini juga untuk memantau gizi anak dan mendeteksi stunting. Foto: Restu

JATIMNET.COM, Surabaya - Angka penurunan mencegah agar anak tidak kerdil (stunting) di Surabaya dari tahun 2016 hingga 2020 menunjukan hal yang signifikan. Dimana pada tahun 2016, angka stunting di Surabaya sebanyak 29.608  balita atau 17,44 persen. 

Tahun 2017 sebanyak 19.362 balita atau 10,78 persen. Tahun 2018 sebanyak 16.220 balita atau 8,92 persen. Lalu tahun 2019 sebanyak 15.391 atau 8,54 persen. Dan di tahun 2020 sampai bulan September, jumlahnya 7.040 balita dari 178.043 balita atau hanya sekitar 3,95 persen.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, Febria Rachmanita menjelaskan, penurunan itu tidaklah lepas dari berbagai program yang dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya. Strategi percepatan pencegahan stunting yang dilakukan itu adalah berisikan lima pilar.

Lima pilar ini adalah komitmen dan visi kepemimpinan nasional dan daerah, kampanye nasional dan komunikasi perubahan perilaku, konvergensi program pusat, daerah dan desa, ketahanan pangan dan gizi, serta pemantauan dan evaluasi.

BACA JUGA: Selama Lima Tahun, Angka Stunting di Surabaya Terus Menurun

Bahkan, ia juga mengaku sudah menjalankan delapan aksi yang harus dilakukan dalam percepatan pencegahan stunting, yaitu analisis situasi, rencana kegiatan (RAD), rembuk stunting, peraturan bupati/walikota tentang peran desa/kelurahan, pembinaan kader pembangunan manusia, sistem manajemen data, pengukuran dan publikasi stunting, serta review kinerja tahunan.

Feny sapaan akrabnya juga menjelaskan detail berbagai program yang dilakukannya dalam rangka mencegah stunting ini. Mulai dari Program Intervensi Spesifik (sektor kesehatan) maupun Intervensi Sensitif (di luar sektor kesehatan). Khusus intervensi spesifik atau sektor kesehatan, pemkot membuat program pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil, menyusui dan calon pengantin.

Serta pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) untuk Ibu Hamil dan remaja putri, Imunisasi, Pemberian Obat Cacing, Taburia dan Vitamin A pada Balita, memberikan multivitamin untuk anak PAUD, PMT Balita (Biskuit dan PMT Penyuluhan di Posyandu), dan Pendampingan balita.

Selain itu, ada pula pendampingan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), Pengembangan Kampung ASI, Pos Gizi, Kelompok Ibu Pintar Balita Sehat, Kelas Ibu Hamil, Audit Gizi Buruk, Monitoring Garam Beryodium, Therapeutic Feeding Center (TFC).

BACA JUGA: Angka Stunting di Surabaya 5 Tahun Terakhir

Selanjutnya, Community Feeding Center (CFC), Pelacakan Kasus Gizi Buruk. Survey Keluarga Sadar Gizi, Posyandu Balita, Penyediaan Pojok Laktasi di Tempat Bekerja dan Fasilitas Umum, Manajemen Terpadu Balita Sakit, dan Penyediaan Ambulan NETSS dan METS. “Kontribusi sektor kesehatan dalam percepatan pencegahan stunting ini sebesar 30 persen,” katanya Selasa 10 November 2020..

Sedangkan Intervensi Sensitif atau di luar sektor kesehatan, Dinas Kesehatan Surabaya bersinergi dengan semua dinas di Pemkot Surabaya sesuai dengan tugasnya masing-masing. Sebab, Febria sadar bahwa dalam menangani stunting itu tidak bisa dilakukan sendirian oleh Dinas Kesehatan, tapi harus bersinergi dengan semua dinas.

“Jadi, kami semua bersinergi dalam mengatasi stunting itu, karena kontribusi di luar sektor kesehatan ini sebesar 70 persen,” ia menegaskan.

Feny juga memastikan sudah memiliki timeline percepatan pencegahan stunting itu, diantaranya pada 19 Oktober 2020, ia mengaku sudah menggelar Rembug Stunting tahun 2020 yang melibatkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait dan juga lintas sektor se-Kota Surabaya. “Tentu harapannya ke depan angka stunting bisa terus ditekan di Kota Surabaya,” ia memungkasi.