Selasa, 02 April 2019 10:25 UTC
TAK MASALAH. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai Putusan Makamah Konstitusi terkait uji materi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu tidak ada masalah. Foto: Baehaqi
JATIMNET.COM, Surabaya - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai Putusan Makamah Konstitusi yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu sudah tidak ada masalah.
“Pengguna surat keterangan (Suket) bisa menyalurkan suaranya ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Tidak ada masalah, seperti putusan Makamah Konstitusi," ujar Tjahjo Kumolo usai memberikan Kuliah Umum tentang Partisipasi Masyarakat Kampus dalam Pemilu untuk Memperkuat Nilai Kebangsaan di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Selasa 2 April 2019.
Semua warga Negara Indonesia yang memiliki e-KTP maupun Suket tetap bisa memilih. Pemilik Suket yang belum sempat mengurus e-KTP dapat memilih di daerah sesuai dengan DPT. Pemilih bisa menyalurkan hak suaranya ke TPS.
BACA JUGA: Tjahjo Kumolo Tantang BPN Buktikan Ketidaknetralannya
Hal yang sama juga terjadi pada masyarakat yang sudah punya e-KTP tapi belum terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT) boleh memilih. Caranya dengan datang langsung ke TPS pukul 12.00.
"Makamah Konstitusi sudah putuskan dia (masyarakat) boleh gunakan Suket. Karena Suket tidak bisa dimanipulasi. Suket sudah punya nomor induk kependudukan," ungkapnya.
Data yang disampaikan Menteri Dalam Negeri, hingga sekarang perekaman e-KTP sudah mencapai 98,22 persen dari total penduduk yang wajib mengurus 192 juta jiwa lebih.
Tjahjo optimis pada pemilu tahun ini berjalan lancar. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mendata semaksimal mungkin terkait DPT. Bahkan untuk penyelundupan data pemilih rampung dengan cepat.
BACA JUGA: Mendagri Bolehkan Kepala Daerah Terlibat Pemilu 2019
"Contoh ada yang menyelundup warga negara asing beberapa hari lalu. Punya e-KTP tapi tidak berhak memilih, ya dicoret," tandasnya.
Untuk diketahui, Makamah Konstitusi telah mengabulkan sebagian permohonan uji materi dengan nomor perkara 20/PUU -XVII/ 2019.
Perkara itu didaftarkan pada Selasa 5 Maret 2019, diajukan oleh tujuh pihak, yakni Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili Titi Anggraini, kemudian pendiri dan peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.
Ada pula dua orang warga binaan Lapas Tangerang, yaitu Augus Hendy dan A. Murogi bin Sabar, serta dua karyawan, Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno. Para pemohon menguji Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), Pasal 383 ayat (2), Pasal 348 ayat (4) dan ayat (9).
Dalam perkara tersebut, salah satu hal yang dikabulkan adalah uji materi Pasal 348 ayat (9) UU Pemilu terkait penggunaan e-KTP untuk memilih. Menurut pemohon, pasal itu membuat pemilih yang tidak memiliki e-KTP dengan jumlah sekitar 4 juta orang berpotensi kehilangan suara.
