Logo

Komnas HAM Terancam Dilemahkan Pemerintah

Sejumlah pasal dalam revisi UU HAM berpotensi membatasi kewenangan lembaga
Reporter:

Senin, 03 November 2025 01:00 UTC

Komnas HAM Terancam Dilemahkan Pemerintah

Ilustrasi potensi kewenangan Komnas HAM dibatasi. Foto: Chatgpt

JATIMNET.COM – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyampaikan kritik terhadap Rancangan Revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang disusun pemerintah melalui Kementerian HAM. 

Ketua Komnas HAM Anis Hidayah menilai banyak muatan dalam rancangan revisi UU HAM yang berpotensi melemahkan lembaga yang dipimpinnya. Hal ini setidaknya tertuang dalam 21 pasal, di antaranya Pasal 1, 10, 79, 80, 83-85, 87, 100, 102-104, serta Pasal 10 dan Pasal 127. 

“Rancangan ini berpotensi melemahkan kewenangan Komnas HAM di tengah semakin besarnya kewenangan Kementerian HAM,” ujar Anis dikutip dari laman resmi Komnas HAM, Senin, 3 November 2025.

Dalam UU Nomor  39 Tahun 1999, Komnas HAM memiliki 4 tugas dan kewenangan utama sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (7), Pasal 75, dan Pasal 89 ayat (1–4), yakni pengkajian dan penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi. 

Namun dalam rancangan terbaru, sebagaimana diatur pada Pasal 109, Komnas HAM tidak lagi berwenang menerima dan menangani pengaduan dugaan pelanggaran HAM. Kemudian, tiidak berwenang melakukan mediasi, melakukan pendidikan dan penyuluhan HAM, serta pengkajian HAM. Hal ini kecuali dalam hal regulasi dan instrumen internasional.

Potensi ancaman independensi Komnas HAM, dalam Pasal 100 ayat (2) b, panitia seleksi anggota komnas HAM ditetapkan oleh presiden. 

Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, panitia seleksi ditetapkan oleh sidang paripurna Konnas HAM. Hal ini bertentangan dengan prinsip indepedensi dalam proses seleksi anggota Komnas HAM sebagaimana diatur dalam Paris Principles.

Penguatan terhadap Komnas HAM seolah ada melalui pengaturan pasal 112. Di dalamnya menjelaskan bahwa rekomendasi Komnas HAM mengikat pemerintah dan anggota Komnas HAM dibantu oleh tenaga ahli. 

“Namun, apa artinya penguatan tersebut jika tugas dan wewenang Komnas HAM dikurangi, bahkan lebih dari setengah dari fungsi yang ada,” ungkap Anis. 

Menurutnya, pemberian kewenangan penanganan pelanggaran HAM kepada Kementerian HAM tidak dapat dibenarkan. Sebab, Kementerian merupakan bagian dari pemerintah sebagai pemangku kewajiban HAM (duty bearer). 

Hal ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Apalagi, pemerintah kerap menjadi pihak yang diadukan dalam kasus dugaan pelanggaran HAM. 

“Kementerian HAM sebagai pengampu kewajiban tidak seharusnya sekaligus berperan menjadi penilai atau wasit‖. Penanganan dugaan pelanggaran HAM di mana salah satu pelaku atau terlapor adalah pemerintah, semestinya tetap dilakukan oleh lembaga independen,” jelas Anis. 

Hilangnya kewenangan Komnas HAM dalam bidang pendidikan dan penyuluhan HAM juga akan menghambat fungsi pencegahan pelanggaran HAM di masyarakat. 

Demikian pula, dengan dihapusnya kewenangan pengkajian peraturan perundang-undangan akan menghilangkan fungsi korektif terhadap kebijakan yang berpotensi melanggar HAM.

Selain itu, pembatasan kewenangan kerja sama pengkajian dengan organisasi nasional, regional, dan internasional akan menutup ruang bagi Komnas HAM untuk berkolaborasi dengan lembaga HAM di negara lain dalam merespons berbagai peristiwa yang diduga mengandung pelanggaran HAM lintas yurisdiksi.

“Rancangan revisi UU HAM tersebut dapat dimaknai sebagai upaya menghapus keberadaan Komnas HAM dari kelembagaan HAM nasional,” tegasnya. 

Oleh karena itu, Komnas HAM mendesak pemerintah agar substansi Rancangan Revisi UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya terkait kelembagaan dan fungsi Komnas HAM untuk tidak memperlemah. Namun, untuk memperkuat sebagai upaya mengoptimalkan sistem perlindungan HAM di Indonesia.