Jumat, 30 September 2022 00:20 UTC
Ilustrasi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan
JATIMNET.COM, Surabaya – Rencana pemerintah untuk menerapkan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) mendapat dukungan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Pengurus Harian YLKI, Sudaryatmo mengatatakan bahwa realisasi dari wacana itu penting untuk mencegah obesitas dan penyakit tak menular lain akibat konsumsi gula yang tinggi.
“Kami dorong regulasinya demi kepentingan publik. Jangan sampai lobi-lobi industri terhadap regulasi membuat aturan menjadi tak berpihak pada masyarakat,” kata dia dikutip dari diskusi di Twitter yang diadakan oleh Change.org, Jumat, 30 September 2022.
Upaya itu demi mengendalikan efek buruk dari MBDK. Untuk mencapainya tidak hanya dibutuhkan kesadaran konsumen, namun juga regulasi yang komprehensif dari pemerintah seperti halnya penerapan cukai.
Sudaryatmo mengatakan edukasi juga penting agar masyarakat mengetahui berapa kadar gula yang aman untuk orang dewasa dan anak-anak. Sebagai konsumen, masyarakat berhak mendapat informasi yang transparan mengenai kandungan gula yang ada dalam produk makanan atau minuman yang dibeli.
ia lantas membandingkan regulasi konsumsi gula di negara-negara lain. Misalnya di Korea Selatan. Di hotel-hotel Korea Selatan, saat coffe break, manajemen sudah tidak lagi menyediakan gula. Jika seseorang menginginkan gula, dia harus meminta ke petugas. Itu pun diberi gula yang rendah kalori.
Selain itu di Singapura, ia berujar faktor obesitas telah diterapkan sebagai indikator kelulusan di sekolah. Jadi selama siswa obesitas, dia tidak akan bisa lulus. Dengan demikian, obesitas tidak hanya diobati, tapi diatur ke sebuah sistem.
Kemudian di Inggris, Sudaryatmo menuturkan konsumen di sana bisa mendapatkan informasi soal kandungan gula lebih mudah karena ada food labelling. Sehingga, setiap produk makanan dan minuman terdapat label yang menampilkan tiga lingkaran, yaitu gula, garam, dan lemak. Misalnya, jika label gulanya berwarna merah, artinya kandungan gula dalam produk tersebut tinggi.
“Jadi, YLKI mendorong agar konsumen mendapat informasi dan pemerintah meregulasi sehingga industri itu transparan terhadap produk yang dipasarkan kepada konsumen,” tuturnya.
Baca Juga : ‘Manis Pahit’ Isu Cukai Gula bagi UMKM dan Kesehatan
Adapun Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) bersama FYIndonesians telah membuat petisi melalui platform Change.org untuk mendorong pengenaan cukai terhadap MBDK. Petisi tersebut telah didukung oleh lebih dari 8.500 warganet.
Direktur Kebijakan CISDI Olivia Herlinda mengungkapkan petisi ini dibuat atas kesadaran bahwa tiga penyebab kematian terbesar di Indonesia adalah penyakit tidak menular, yang kaitannya sangat erat dengan obesitas dan komplikasi diabetes. Sedangkan di Indonesia, prioritas kebijakan dan pengendalian terhadap isu ini masih sangat terbatas.
“Jadi kami membuat petisi untuk mendorong pemerintah, BPOM, Kementerian Kesehatan untuk meningkatkan awareness publik dan memobilisasi dukungan,” ujarnya dalam diskusi yang sama.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, mengatakan Ditjen Bea Cukai dan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan telah mengkaji soal ekstensifikasi cukai terhadap MBDK. Namun, ia mengakui masih ada sejumlah tantangan yang menjadi pertimbangan, terutama soal situasi pemulihan ekonomi yang kini sedang dihadapi.
Kendati begitu, Prastowo menegaskan pemerintah telah sepakat bahwa cukai menjadi instrumen yang penting dalam mengendalikan konsumsi gula di masyarakat. Karena bagaimanapun dampak dari minuman manis itu sangat besar terhadap kesehatan masyarakat. Salah satu pertimbangan yang tengah digodok adalah perihal bisnis administrasi dalam penerapan kebijakan tersebut. Di antaranya penentuan di mana cukai akan dikenakan dan bagaimana cara mengevaluasinya.
"Nah sekarang kita berproses di level itu, sambil mempertimbangkan pemulihan ekonomi, kita pertajam formulasinya supaya tepat sasaran," ujarnya.
Tempo.Co