Selasa, 27 November 2018 10:20 UTC
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. Ilustrator: Gilas Audi.
JATIMNET.COM, Jakarta – Bank Indonesia (BI) meyakini pertumbuhan ekonomi pada 2019 akan melebihi realisasi pertumbuhan 2018 yang diperkirakan mencapai 5,1 persen (tahun ke tahun/yoy).
Salah satu upaya Bank Indonesia (BI) adalah menekankan instrumen suku bunga acuan pada tahun 2019, yang akan digunakan untuk menjaga stabilitas perekonomian dengan parameter nilai tukar dan inflasi.
Namun, bukan berarti BI sengaja membiarkan pertumbuhan ekonomi melambat dengan menaikkan suku bunga acuan. Dalam periode Mei hingga November 2018, BI sudah menaikkan suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo Rate" sebanyak 175 basis poin menjadi enam persen.
“Ingat, satu jamu pahit kenaikan suku bunga, tapi ada empat jamu manis, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi,” jelas Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan BI di Jakarta, Selasa 27 November 2018.
Empat amunisi atau "jamu manis" yang disebut Perry itu diterjemahkan dalam beberapa kebijakan yang akomodatif. Pertama, kebijakan untuk memperdalam pasar keuangan agar meningkatkan instrumen alternatif pendanaan bagi perekonomian.
Kedua, kebijakan untuk menjaga likuiditas perbankan yang memadai untuk mendorong perbankan menyalurkan pembiayaan.
Ketiga, BI terus mematangkan untuk melonggarkan kebijakan makroprudensial, dan terakhir adalah kebijakan digitalisasi cara pembayaran untuk meningkatkan konsumsi dan pendapatan masyarakat. Perry bahkan memperkirakan ekonomi masih bisa tumbuh di 5,2 persen (yoy) pada 2019.
“Rentang pertumbuhan ekonomi di 5-5,4 persen, dengan titik tengah di 5,2 persen, bisa juga ke 5,3 persen dan 5,4 persen,” lanjut Perry.
Sementara itu, bank swasta terbesar di Indonesia PT Bank Central Asia Tbk mengingatkan BI untuk tetap waspada dengan potensi pengetatan likuiditas 2019 mendatang. Hal ini terkait dengan arah kebijakan suku bunga acuan BI di 2019 yang tetap antisipatif dan mendahului negara-negara lain (ahead of the curve).
Saat ini kondisi likuiditas perbankan sudah mengetat, yang terindikasi dari rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (Loan to Deposit Ratio/LDR) yang sudah mencapai 94 persen.
“Masalah likuiditas pasar sudah 94 persen. Kalau DPK tahun depan cuma 8 persen, kredit 12 persen, LDR makin besar lagi. Ini rada harus waspada,” kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja di kesempatan yang sama. (ant)