Logo

Hakim PN Surabaya Dikabarkan Vonis Bebas ke Terdakwa Pemalsuan Surat

Jaksa Mengajukan Tuntutan 1 Tahun Terhadap Terdakwa
Reporter:

Jumat, 02 September 2022 11:00 UTC

Hakim PN Surabaya Dikabarkan Vonis Bebas ke Terdakwa Pemalsuan Surat

Ronald Talaway, kuasa hukum korban pelapor yakni Bambang Sumi khan

JATIMNET.COM, Surabaya - Majelis hakim yang diketuai Dewantoro akan menjatuhkan vonis ke terdakwa setelah sebelumnya Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjung Perak Diah Ratri Hapsari menjatuhkan tuntutan 1 tahun penjara.

Informasi didapat, majelis hakim yang memeriksa dan mengadili kasus pemalsuan surat itu, dikabarkan akan menjatuhkan putusan bebas terhadap terdakwa. Putusan bebas tersebut diduga bocor sebelum dibacakan, meski dijadwalkan perkara tersebut akan disidangkan hari ini (jumat) namun secara mendadak batal disidangkan.

Humas Niaga PN Surabaya Khusaini, sekaligus anggota Majelis dalam perkara terdakwa, mengatakan, "sidangnya ditunda. Alasannya ditundanya sidang tersebut, menurut hakim Khusaini Jaksanya tidak bisa hadir, jaksanya lagi main Tenis," katanya Jumat 2 September 2022.

Dikonfirmasi, Ronald Talaway, kuasa hukum korban pelapor yakni Bambang Sumi khan mengatakan, bahwa terdakwa itu harusnya dihukum, karena perbuatannya yang bersifat manipulatif.

"Pertama Koperasi Pondok Pesantren Assyadzilliyah tidak ada itu di Surabaya dan kegiatannya tidak aktif terdaftar sehingga surat yang digunakan oleh trdakwa yang mengaku sebagai Ketua Kopontren Assyadzilliyah, itu tidak benar," ujarnya.

Kedua lanjut Ronald, kalau benar koperasi bisa meletakkan hak tanggungan, tapi ini ternyata tidak. Ketiga masalah uang pada tahun 1997 tidak bisa dibuktikan itu uang uangnya (aliran dana atau kas koperasinya).

Keempat, siapa itu Subiyantoro seperti yang disebutkan oleh terdakwa, mana identitasnya?, Selama ini nama Subiyantoro selalu disebutkan. Kelima terdakwa itu memegang sertifikat kenapa tidak mengecek data di Badan Pertanahan Nasional. 

Pemberantasan mafia tanah sudah seharusnya didukung karena sejak awal kasus ini merupakan penanganan satgas mafia tanah. "Putusan sudah seharusnya jangan sampai merugikan, tidak hanya korban namun juga moral masyarakat, "pungkasnya.

Diketahui, dugaan pemalsuan surat ini bermula ketika terdakwa membuat surat pengakuan hutang atau pemakaian dana kopontren tanggal 17 Juli 1996 perihal perjanjian penggunaan dana kopontren “Assyadziliyah” dalam tempo satu tahun sampai tanggal 17 Juli 1997.

Dalam perjanjian itu, terdakwa menjaminkan SHBG No 221 dengan obyek tanah dan bangunan yang terletak di Jl Prapanca No 29 Surabaya yang ditandatangani oleh terdakwa sebagai yang menerima perjanjian, yang seolah-olah ditandatangani oleh Soebiantoro sebagai yang membuat perjanjian dan disetujui oleh K.H. Achmad Djaelani sebagai Pengasuh Pondok Pesantren Assyadziliyah, padahal Soebiantoro telah meninggal sejak 22 Januari 1989.

Surat perjanjian itu selanjutnya digunakan oleh terdakwa untuk melakukan gugatan ke PN Surabaya dengan perkara No 211/Pdt.G/2016/PN.Sby tanggal 04 Maret 2016 dan berujung pada eksekusi, padahal objek tanah dan bangunan tersebut telah dijual oleh ahli waris Soebiantoro ke Ferry Widargo pada tahun 2005.

Mengetahui hal itu, Bambang Sumi Ikwanto akhirnya membawa perkara dugaan pemalsuan surat tersebut ke ranah hukum. Oleh JPU, terdakwa didakwa dengan Pasal 263 ayat (1) KUHP.