Minggu, 02 September 2018 00:00 UTC
Simpatisan #2019GantiPresiden saat menggelar orasi di depan Masjid Ta'miriyah Kemayoran, Jalan Indrapura, Surabaya, 26 Agustus silam. FOTO: DOK.
JATIMNET.COM, Kupang – Gerakan bertagar #2019GantiPresiden dinilai tidak memiliki daya dobrak luar biasa. Gerakan yang dimotori dua artis papan atas, Ahmad Dhani dan Neno Warisman itu dianggap tidak memiliki pola dan isu dengan perencanaan matang.
“Gerakan ini tidak perlu dirisaukan karena tidak memiliki kekuatan pendobrak yang luar biasa. Dengan isu yang tidak terpola, dan gerakan ini sepertinya kehilangan tokoh,” kata Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Dr. Ahmad Atang, MSi, Antara, Sabtu 1 September 2018.
Tokoh yang dimaksud Atang adalah figur yang dijadikan “jago” dalam mengusung tagar #2019GantiPresiden untuk menggusur Joko Widodo. Adapun Prabowo Subianto saat ini masih merasa bahwa dirinyalah yang akan tampil sebagai simbol politik Islam.
Seharusnya simbol politik yang diinginkan oleh ijmah ulama sesungguhnya adalah figur yang harus berlatar belakang santri. Adapun mantan Danjen Kopasus itu tidak merepresentasikan Islam dan dianggap sebagai sosok nasionalis.
Mantan Pembantu Rektor I UMK itu menilai Prabowo dan Gerindra terjebak oleh asumsinya sendiri. Sebab hingga saat ini belum ada sikap resmi kelompok alumni 212 apakah mendukung Prabowo atau ada sosok lain.
“Bisa saja pernyataan Yusril Ihza Mahendra benar, bahwa kekuatan politik Islam akan mendukung Joko Widodo pada Pilpres 2019 mendatang. Sebab pendamping Jokowi adalah seorang ulama,” urainya.
Gerakan ganti presiden sesungguhnya merupakan agenda kekuatan politik aliran. Gerakan ini dimotori oleh para habib dan kelompok garis keras sejak Pilkada DKI, dan mendapatkan dukungan secara politik dari PKS dan Gerindra.
Hanya saja PKS dan Gerindra yang menjadi motor penggerak memiliki agenda yang berbeda. Dalam perjalannya kekuatan politik kedua parpol ini masih membutuhkan kehadiran ulama sebagai simbol politik.
“Kondisi ini disebabkan karena agenda politik Prabowo Subianti yang justru memilih Sandiago Uno sebagai pendampingnya dalam kontestasi Pilpres 2019 mendatang,” tegasnya.
Sementara Joko Widodo yang selama ini diidentikan dengan kekuatan nasionalis sekuler, justru memilih Makruf Amin sebagai wakilnya. “Pada saat yang sama, kekuatan Prabowo semakin melemah di mata ulama,” ungkapnya.
Atas dasar inilah kekuatan politik oposan tetap menjaga semangat gerakan ganti presiden yang digagas oleh kelompok politik aliran seolah-olah para ulama masih mendukung Prabowo. Fakta menunjukkan tidak ada ulama yang terlibat jauh dalam gerakan ganti presiden.