Kamis, 02 October 2025 10:00 UTC
Disabilitas bukan sekadar objek, melainkan aktor aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi penanggulangan bencana. Foto: Hasan/Jatimnet.com
JATIMNET.COM, Mojokerto - Kelompok disabilitas merupakan salah satu yang paling rentan ketika bencana melanda. Akses terbatas untuk menyelamatkan diri, minimnya dukungan psikososial, hingga risiko penambahan jumlah penyandang disabilitas baru, menjadi tantangan yang harus diperhatikan dalam penanggulangan bencana.
Selama ini, penanganan terhadap penyandang disabilitas dalam penanggulangan bencana (PB) umumnya masih sebatas pascabencana. Padahal, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui Peraturan Kepala BNPB Nomor 14 Tahun 2014 telah menekankan pentingnya perlindungan sekaligus partisipasi disabilitas dalam seluruh proses PB.
Untuk itu, dibentuklah Unit Layanan Disabilitas (ULD) yang menempatkan penyandang disabilitas bukan hanya sebagai objek, tetapi juga sebagai aktor aktif dalam perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kebijakan kebencanaan.
“ULD harus menjadi gerakan membangun ketangguhan bagi ragam disabilitas agar lebih bermakna,” tegas Plt Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Pangarso Suryotomo Rabu (1/10/2025).
BACA: Anggota DPRD Kota Mojokerto Dukung Difabel Terus Berkarya
Saat ini, ULD telah hadir di lima provinsi, yakni Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Perannya tidak hanya sebatas kebencanaan, tetapi juga menyentuh aspek pemberdayaan ekonomi penyandang disabilitas.
Di NTB, misalnya, ULD mengembangkan aplikasi pendataan disabilitas di daerah rawan bencana serta mendampingi UMKM yang dijalankan penyandang disabilitas. “Jika ada bencana, data ini membantu mengetahui lokasi, kebutuhan, serta kesiapan mereka,” ungkap Siti Nugrahaningrum, penyandang disabilitas netra dari ULD BPBD NTB.
Hal senada disampaikan Syaiful Anam, penyandang disabilitas mental dari ULD Jawa Timur. Ia menekankan perlunya perubahan perspektif dari medis ke pendekatan berbasis hak asasi manusia. “Dalam penanggulangan bencana, penyandang disabilitas mental juga berhak dipenuhi haknya,” ujarnya.
Sementara itu, Lucy Dickinson, Team Leader SIAP SIAGA, menegaskan pentingnya prinsip Nothing without Us. “Disabilitas bukan hanya penerima manfaat, melainkan juga pemimpin strategi dan agen perubahan,” katanya.
Pernyataan ini mengemuka dalam Diskusi Buku “Nothing without Us: Ada Ruang untuk Disabilitas dalam Penanggulangan Bencana” yang digelar di Pendopo Rumah Rakyat Kota Mojokerto, Rabu (1/10/2025). Diskusi tersebut turut menghadirkan pejabat BNPB, Bappenas, serta perwakilan ULD dari berbagai daerah.
Peluncuran Kompendium Resiliensi Berkelanjutan
Sehari setelahnya, Kamis (2/10/2025), BNPB bersama Program SIAP SIAGA meluncurkan Buku Kompendium Resiliensi Berkelanjutan di Pendopo Graha Maja Tama, Kabupaten Mojokerto.
Kompendium ini terdiri atas lima buku yang berfokus pada pilar utama resiliensi berkelanjutan, mulai dari penguatan budaya, inovasi kelembagaan, hingga integrasi global dan lokal.
“Resiliensi berkelanjutan harus diwujudkan di semua tingkatan masyarakat, agar terbangun kapasitas adaptif menghadapi perubahan iklim dan risiko bencana,” jelas Raditya Jati, Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB.
BACA: Drone Show Hiasi Langit Mojokerto di Malam Puncak Bulan PRB 2025
Buku ini menyajikan berbagai praktik baik dari daerah, seperti pengembangan desa tangguh bencana berbasis masyarakat hingga sistem peringatan dini berbasis teknologi.
Peluncuran kompendium menjadi bagian dari rangkaian Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) 2025 di Mojokerto dengan tema “Bencana Tidak Bisa Menunggu, Kesiapsiagaan Menjadi yang Utama – #TangguhRek”.
Melalui Program SIAP SIAGA—kemitraan Australia-Indonesia untuk manajemen risiko bencana—BNPB menggandeng seluruh unsur pentahelix untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat sekaligus memperkuat kerja sama kemanusiaan di kawasan Indo-Pasifik.
Dengan semangat inklusif, kegiatan ini menegaskan bahwa masa depan yang tangguh dan aman hanya bisa terwujud jika melibatkan semua pihak, termasuk penyandang disabilitas. (*)