Logo

Dinsos Surabaya Gunakan Finger Print untuk Deteksi PMKS

Reporter:,Editor:

Rabu, 31 July 2019 09:33 UTC

Dinsos Surabaya Gunakan <em>Finger Print</em> untuk Deteksi PMKS

Kepala Dinas Sosial Surabaya, Supomo (kanan) dalam kesempatan di kantor Humas Pemkot Surabaya. Foto: Dok.

JATIMNET.COM, Surabaya – Dinas Sosial (Dinsos) Kota Surabaya menggunakan finger print untuk mendeteksi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang ditemukan Satpol PP. Upaya ini untuk mempermudah proses pemulangan PMKS ketika sudah dinyatakan sehat dan berkenan dipulangkan.

“Pemulangan PMKS yang sudah sembuh itu sangat penting karena PMKS baru selalu berdatangan,” kata Kepala Dinsos Surabaya Supomo dalam rilis yang diterima Jatimnet.com, Rabu 31 Juli 2019.

Penggunaan finger print dalam mendeteksi identitas ini bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Surabaya.

BACA JUGA: Hingga Juni 2019, Dinsos Surabaya Pulangkan 294 PMKS

Supomo mengungkapkan dengan finger print mempermudah dinsos mendeteksi identitas PMKS. Selain finger print, pihaknya juga menggunakan teknik scan mata untuk mendeteksi identitas.

Dari data finger print dari PMKS itu bisa diketahui alamatnya. Supomo melanjutkan, apabila sudah dinyatakan sembuh oleh tim dokter, memudahkan memulangkan. Sebelum dipulangkan, biasanya dinsos berkoordinasi dengan dinsos tempat asal PMKS.

“Kadang meski belum pulih betul, akan dipulangkan. Biasanya pihak keluarga sudah kangen. Sedangkan yang belum diketahui identitasnya, kami sehatkan terlebih dahulu,” imbuhnya.

BACA JUGA: Secuil Cerita dari Liponsos Keputih Surabaya

Meskipun rutin memulangkan PMKS, sampai saat ini penghuni Liponsos masih banyak. Berdasar data dari Dinsos Surabaya, penghuni Liponsos mencapai 1.073. Jumlah itu terdiri atas 948 orang tinggal di Liponsos, 125 jalani rawat inap, 70 orang di RSJ dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, dan 50 sisanya di RSJ Menur.

Lebih rinci, Supomo menjelaskan, dari 948 orang itu terdiri atas 824 orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), 47 orang gelandang pengemis, 49 lansia, 11 anak jalanan, dan 17 orang tindak asusila.

Sebagian besar dari mereka bukan asli Surabaya, melainkan berasal dari luar kota dan bahkan luar pulau. “Ada yang berasal dari Aceh, Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua, Bengkulu, dan kota-kota besar di Sumatera.