Rabu, 05 September 2018 00:24 UTC
Gedung Mahkamah Agung RI. Foto Wikipedia.
JATIMNET.COM, Jakarta – Mahkamah Agung belum bisa memenuhi permintaan pemerintah untuk mempercepat uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 20 tahun 2018 yang melarang mantan koruptor menjadi calon legislator dan senator.
Juru Bicara MA Suhadi mengatakan lembaganya harus menunggu satu perkara uji materi Undang-Undang Pemilu yang belum diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.
“Secara prinsip MA menunggu putusan JR (Judicial Review) di MK. Supaya putusan MK dan MA tidak bertolak belakang,” katanya saat dihubungi, Selasa 4 September 2018.
Menurut dia, MA menggunakan Undang-Undang nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan uji materi Peraturan KPU itu. Pada pasal 53 disebutkan, MK memberitahukan pada MA adanya permohonan pengujian UU paling lambat tujuh hari kerja sejak dicatat dalam buku registrasi.
Berikutnya, seperti diatur pada pasal 55, pengujian peraturan perundang-undangan yang dilakukan MA wajib dihentikan apabila UU yang menjadi dasar pengujian sedang dalam proses uji materi di MK. Uji materi di MA bisa dilakukan hingga ada putusan dari MK.
Suhadi mengatakan aturan itu bertujuan agar putusan MA dan MK tak bertentangan. Ia memberi contoh, andaikan nanti MA mengabulkan permintaan pemerintah tapi ternyata bertolak belakang dari putusan MK, “Ya nggak ada artinya putusan MA,” katanya.
Itulah, kata dia, dasar MA tak bisa sembarangan menerima permintaan pemerintah agar mempercepat proses uji materi Peraturan KPU. “Jadi, nggak bisa dipaksakan kalau JR (judicial review) di MK belum putus,” katanya.
Sebelumnya, pemerintah meminta MA memrioritaskan uji materi Peraturan KPU nomor 20 tahun 2018. Permintaan itu muncul setelah Menkopolhukam Wiranto, Mendagri Tjahjo Kumolo, Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Bawaslu Abhan, dan Ketua DKPP Harjono bertemu untuk membahas polemik pencalonan mantan koruptor sebagai calon legislator dan senator.
“Semua pihak akan meminta kepada MA untuk melakukan percepatan keputusan apakah Peraturan KPU itu ditolak atau dibenarkan,” ujar Wiranto dalam konferensi pers usai Rapat Koordinasi Khusus (Rakorsus) Tingkat Menteri di kantor Kementerian Koordinator Bidang Polhukam Jakarta, Selasa 4 September 2018.
Mereka akan menerima apa pun putusan MA. Putusan itu dianggap menjadi jalan tengah sengketa antara Bawaslu dan KPU yang berpotensi menganggu tahapan Pemilu 2019.
