Senin, 09 October 2023 22:37 UTC
no image available
JATIMNET, Jember - Musim kemarau panjang yang terjadi di Indonesia, menyebabkan kekeringan di kawasan pesisir selatan, Desa Kepanjen, Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Akibat kekeringan, ratusan hektar tanaman padi di wilayah tersebut terancam gagal panen.
Sunarto, salah seorang petani di Desa Kepanjen mengungkapkan dari 1500 hektare sawah yang ada di wilayah Kecamatan Gumukmas, yang bisa ditanam padi hanya 900 hektare sawah. Sedangkan 600 hektare sawah tidak bisa ditanam padi karena tidak ada air.
"Total yang tidak bisa ditanami padi ada 600 hektare, lebihnya 900 hektare bisa ditanami. Itupun juga terkendala masalah penyedotan air," kata Sunarto, Selasa (10/10/2023).
Dia menjelaskan kendala yang dialami petani selama musim kemarau disebabkan karena mereka kesulitan mendapatkan air. Sungai irigasi yang biasanya digunakan untuk mengairi sawah, saat ini juga mengering.
Sunarto mengaku kesulitan air ini dialami petani sejak 3 bulan lalu. Akibatnya sawah mengering, tanaman padi pun banyak yang rusak dan mati.
"Ini kekeringan yang paling parah. Biasanya kejadian seperti ini terjadi setiap 3-4 tahun sekali. Kondisi ini dipastikan banyak petani gagal panen," ungkap Sunarto.
Menurut Sunarto, kekeringan ini terjadi sejak 3 bulan lalu. Ia menyebut kekeringan ini paling parah dan berdampak pada tanaman padi.
Musim kemarau tahun ini diperkirakan banyak petani gagal panen padi. Jumlahnya sekitar 600 hektare tanaman padi. "Ini kekeringan yang paling parah. Biasanya kejadian seperti ini terjadi setiap 3-4 tahun sekali. Kondisi ini biasanya banyak petani padi mengalami kerugian karena gagal panen," ungkapnya.
Pantauan wartawan Jatimnet.com, di lokasi persawahan di Kecamatan Gubukmas, kondisi tanah di area persawahan terlihat tandus dan mengalami retak-retak. Banyak tanaman padi yang mati dan mengering.
Sementara itu, anggota komisi A DPRD Provinsi Jawa Timur, Hari Putri Lestari menduga penyebab kekeringan di lahan sawah Desa Kepanjen, karena ada kesalahan proyek saat perbaikan tanggul jebol beberapa tahun lalu. Dia melihat tanggul yang dibangun pemerintah itu ternyata bukan mengairi sawah petani, justru mengarahkan aliran sungai ke laut.
"Kalau saya lihat, saat pemerintah memperbaiki tanggul tidak berpikir secara komprehensif atau tidak secara keseluruhan. Harusnya aliran sungai belok ke kiri malah dialirkan ke laut sedangkan sawah memerlukan sumber aliran ini," bebernya.
Dia curiga, saat dilakukan perbaikan tanggul dan jembatan di kawasan Kepanjen, pemerintah maupun rekanan proyek tidak melibatkan para kelompok tani di wilayah Kecamatan Gumukmas. Dia berjanji akan mencarkan solusi dan menanyakan proses pengerjaan tersebut kepada rekanan yang ditunjuk pemerintah pada saat memperbaiki tanggul jebol di Gumukmas.