Rabu, 25 August 2021 11:00 UTC
Suasana proses belajar mengajar dengan menerapkan protokol kesehatan, yakni seperti mengenakan masker ataupun face shield dan jaga jarak. Foto: Humas Pemkot Surabaya/Dokumen
JATIMNET.COM, Surabaya - Teknologi digital memang sudah banyak digunakan untuk kegiatan belajar mengajar di era pandemi Covid-19. Tapi tak jarang, teknologi digunakan sekadarnya saja. Cara para pendidik mengajar lewat aplikasi video-conference tak jauh berbeda dengan cara mereka sebelumnya mengajar di depan papan tulis.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Dewan Pers sekaligus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II Prof. Mohammad Nuh. Hal ini pula yang menurutnya menjadi penyebab pendidikan mengalami learning loss (kegagalan belajar) yang luar biasa di era pandemi.
Oleh karenanya, ia berharap bahwa teknologi dimanfaatkan untuk mitigasi dunia pendidikan secara besar-besaran sebagai enabler (pembuka akses) dan disruptor (perombakan) dalam mendidik. Tidak hanya sebagai alat.
“Pola pikir cukup tahu seperti ini, jangan ditiru. Karena ketika teknologi hanya kita jadikan alat untuk melewati pandemi, maka hasilnya akan seadanya saja. Pokoknya sekolah tetap jalan saja. Dan dampaknya, akan ada losses in learning (ilmu tidak terserap),” kata Prof. Nuh.
Baca Juga: Di Balik Perjuangan Pelajar Surabaya Galang Bantuan Penanganan Covid-19
Ia pun memberikan setidaknya empat tips bagaimana teknologi bisa memitigasi dunia pendidikan secara besar-besaran. Yang pertama, filosofi dalam memanfaatkan teknologi dalam pendidikan harus kita sepakati secara jelas dan tegas, yaitu semangat untuk memenuhi janji kemerdekaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Di tahun 2008, saya selaku Wakil Ketua Panitia Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional, turut memikirkan dan menyiapkan bagaimana teknologi dimanfaatkan untuk membuka akses pendidikan. Ini penting, karena sebaik-baiknya negara adalah negara yang melunasi janjinya. Sehingga apa yang kita lakukan hari ini (dengan memanfaatkan teknologi), adalah menyiapkan agar janji kemerdekaan itu bisa kita lunasi,” ia mengungkapkan.
Ketika landasan filosofi dalam pemanfaatan teknologi sudah matang, maka selanjutnya adalah menata pola pikir. Tips kedua adalah memastikan tujuan memanfaatkan teknologi dalam pendidikan adalah untuk mendidik anak-anak bangsa dalam menghadapi tantangan di masa depan. Utamanya, tantangan di momen 100 tahun kemerdekaan nanti pada tahun 2045.
Sehingga, pendidikan tidak boleh berpola hafalan. Karena, apa yang kita pelajari saat ini, belum tentu akan dipakai di masa depan. Yang paling penting adalah mengajarkan kepada pelajar yang kita didik, learning how to learn (belajar caranya belajar).
Baca Juga: Sesama Pelajar Surabaya Beri Bantuan Pelajar Terdampak Covid-19
“Indonesia punya banyak mimpi pada 25 tahun mendatang. Namun Indonesia seakan memiliki miopi atau rabun jauh. Kita mendidik dengan ilmu dan cara hari ini, padahal yang penting adalah learning how to learn (belajar caranya belajar), agar 2045 jauh di sana kita bisa jangkau, dan pelajar kita jadi pembelajar sepanjang hayat” ia menjelaskan.
Tips yang ketiga, adalah memahami bahwa Indonesia memiliki tantangan sekaligus peluangnya tersendiri. Sebagai negara kepulauan dengan keberagaman sosio-ekonomi yang begitu luas, memang masalah berupa konektivitas internet, akses, maupun pemahaman dan kemampuan mengoperasikan teknologi digital, merupakan kesenjangan (digital divide) yang tak bisa dinafikan.
Akan tetapi, Indonesia memiliki dua modal utama, yaitu demographic dividend dimana 64 persen dari total populasi Indonesia ada di usia produktif, dan digital dividend dimana usia produktif yang masih rajin belajar dan bekerja ini ketika diberi akses kepada teknologi informasi, maka dapat secara kreatif mengatasi sejumlah permasalahan pendidikan di tanah air.
Baca Juga: Pelajar SMPN 1 Surabaya Bergotong Royong Bantu Tangani Warga Terdampak Pandemi Covid-19
“Rasio usia produktif di atas 64 persen, ditambah dengan kreativitas bangsa, keduanya menjadi modal sangat penting sebagai bekal menuju Indonesia emas pada 25 tahun mendatang. Oleh karena itu, pendidikan kita jadikan cara membuka akses, mengeksplorasi keberagaman. Karena kekuatan sebenarnya ada di tangan kita sebagai masyarakat, The Power of We,” ia memaparkan.
Tips yang terakhir, teknologi digital perlu ditransformasi menjadi digital lifestyle. Yang dimaksud digital lifestyle, adalah gaya dalam mengajar dan mendidik perlu berangkat dari kebiasaan di dunia digital.
Sederhananya saja, sistem pembelajaran digital tidak memerlukan tatap muka di waktu pembelajaran. Ketika materi pembelajaran sudah ada dalam bentuk video, maka belajar bisa kapan saja, dimana saja.
“Ini perlu perubahan mindset. Belajar dari rumah secara hybrid, bukan belajar di rumah dengan cara memindahkan papan tulis dan klasikal kelasnya saja ke dalam aplikasi. Dan perubahan ini harus kita lakukan sangat cepat, karena ke depan kebutuhan skill juga makin kompleks,” ia memungkasi.
