Jumat, 14 December 2018 02:01 UTC
Kementerian Perekonomian memberi bantuan dryer guna mendorong produktivitas beras petani. Foto: Dok.
JATIMNET.COM, Surabaya – Kontribusi produksi beras Jawa Timur cukup besar bagi nasional. Sebanyak 2,4 juta ton surplus konsumsi masyarakat Jawa Timur telah disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan provinsi lain.
“Karena kerja petani yang terus meningkatkan produksi beras, ketahanan pangan Indonesia bisa terpenuhi,” kata Gubernur Jatim Soekarwo saat mendampingi Menteri Perekonomian RI, Darmin Nasution di Kabupaten Malang, Kamis 13 Desember 2018.
Keberhasilan Jatim berkontribusi terhadap pangan nasional membuat Pakde Karwo, sapaannya memuji kinerja petani sebagai pahlawan dalam menjaga stabilitas harga beras.
Soekarwo menambahkan bahwa saat ini produksi beras Jawa Timur mencapai 6,053 juta ton dengan tingkat konsumsi 91,3 kg per orang, atau setara dengan 3,6 juta ton. Hal ini membuat Jatim surplus 2,4 juta ton yang dapat memenuhi konsumsi nasional sebesar 114 kg per orang.
“Ini menunjukkan petani padi mampu menjadi pahlawan kehidupan, kesejahteraan dan stabilisasi harga beras,” urainya.
BACA JUGA: Ini Ancaman Petani Padi Jika Kemarau Panjang
Bantuan dryer atau alat pengering dari Kementerian Perekonomian diharapkan bisa meningkatkan hasil panen untuk membantu petani. Terlebih ketika memasuki masa panen di bulan Maret-Mei yang berbarengan dengan musim hujan. Pada bulan tersebut panen padi mencapai 63 persen, ditambah dengan kandungan air dalam padi mencapai 18-19 persen.
Dampaknya, sebagian besar hasil panen tidak bisa dijemur karena hujan, sehingga hasil panen disimpan di rumah dan dimasukkan ke dalam karung. Kurang lebih 45 persen hasil panen yang digiling dan sisanya masih disimpan.
Soekarwo menambahkan situasi tersebut menyebabkan pada saat musim panen keberadaan beras menjadi berkurang. Diharapkan dengan bantuan dryer bisa membantu petani mengeringkan hasil panen.
"Itu yang gabah kering dengan kandungan di bawah 14 persen, produksinya bisa digiling dengan pecahan 20 persen. Sedangkan yang 18-19 persen dari produksi, pecahannya bisa mencapai 30 persen. Selain itu harganya hanya Rp 9.300 per kg," pungkas Soekarwo.
