Senin, 03 August 2020 10:00 UTC
WARGA. Warga Bukit Mas saat di Gedung DPRD Kota Surabaya melakukan hearing. Mereka mengadu, karena akses jalannya ditutup pengembang.
JATIMNET.COM, Surabaya - Penutupan akses jalan perumahan Wisata Bukit Mas I, Surabaya mendapat penolakan. Warga menilai yang dilakukan pengembang sepihak, karena mereka mengaku tidak pernah dilibatkan, dampaknya warga tidak bisa leluasa melakukan aktivitas.
Menurut Johanes Pribadi salah satu warga, selama ini akses jalan yang ditutup digunakan warga Wisata Bukit Mas 2 itu untuk keluar-masuk. Sehingga berimbas, penutupan tersebut membuat warga harus memutar jauh mencari jalan yang jarak tempuhnya bisa 15-20 menit untuk bisa keluar dari perumahan.
"Ini masalah akses jalan ya. Wisata Bukit Mas ternyata tidak punya akses sendiri. Pengelola beralasan waspada Covid-19. Kalau waspada kan jauh-jauh hari bukan barusan ini. Aksses ditutup kita ini harus memutar masuk perumahan lain yakni Prambanan. Bisa-bisa jalan 15-20 menit itu belum macetnya," kata Johanes, Senin 3 Agustus 2020.
Menurut Johanes warga menerima surat edaran pada 30 Juli 2020. Manajemen perumahan ditanya terkait hal ini juga tidak ada kejelasan," ini tadi deadlock pertemuan kita tadi, jawabannya ngambang, kita merasa dibohongi, ternyata akses tidak punya," ujarnya.
BACA JUGA: Wisata Ikon Surabaya Dibuka
Warga sempat menggelar aksi turun kejalan. Dari pantaun banyak spanduk dipasang di akses masuk maupun pagar rumah warga. Ratusan warga melakukan komunikasi dengan pengelola, namun hasilnya belum ada titik temu.
Sebelumnya warga Wisata Bukit Mas 1 dan 2 juga telah melakukan hearing dengan Komisi A DPRD Kota Surabaya pada 25 Juni 2020. Ada beberapa hasil yang disepakati yakni diantaranya Pemerintah memberikan surat peringatan kepada PT Sinar Mas Land terkait kapan diserahkannya Fasum dan Fasos.
Kemudian dalam rapat itu, Komisi A meminta Pemkot menghentikan dan menunda segala permohonan perizinan sesuai Perwali Nomor 14 tahun 2016.
Selain itu pengembang juga diminta menghentikan pungutan iuran pengelolaan lingkungan (IPL) kepqda penghuni. Komisi A meminta laporan Penggunaan IPL yang dipungut biaya serta meminta audit independen dan yang terakhir pengembang tidak beh melarang warga melakukan renovasi.