Logo

Ada 29 Wilayah Jatim Masuk Risiko Tinggi Bencana

Reporter:,Editor:

Rabu, 21 November 2018 14:50 UTC

Ada 29 Wilayah Jatim Masuk Risiko Tinggi Bencana

Ilustrasi.

JATIMNET.COM, Surabaya – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur telah memetakan 29 daerah di Jawa Timur masuk dalam wilayah dengan risiko tinggi bencana.

Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana BPBD Jatim, Bambang Agus Legowo menjelaskan, beberapa ancaman bencana di Jatim.

Mulai dari banjir bandang, gelombang ekstrem dan abrasi, gempa bumi, kegagalan teknologi, kekeringan, epidemi, wabah penyakit, letusan gunung api, cuaca ekstrem, tanah longsor, tsunami, kebakaran hutan dan lahan.

“Pak Gubernur (Soekarwo ) sudah mengirimkan surat kepada kabupaten/kota agar bupati dan wali kota di Jatim siap siaga dengan ancaman bencana. Apalagi saat ini kan masuk musim pancaroba, jadi sudah harus bersiap,” ujarnya, Rabu 21 November 2018.

Terkait daerah yang risiko tinggi bencana, Agus menuturkan ada 29 kabupaten/kota di Jatim yaitu Lumajang, Malang, Jember, Banyuwangi, Pacitan, Pasuruan, Blitar, Sumenep.

Selanjutnya wilayah Tulungagung, Trenggalek, Probolinggo, Pamekasan, Kediri, Tuban, Gresik, Lamongan, Situbondo, Surabaya, Bondowoso, Bangkalan, Mojokerto, Ponorogo, Madiun, Jombang, Sampang,  Nganjuk, Magetan, Bojonegoro dan Sidoarjo.

Jatim juga memiliki angka kejadian yang cukup tinggi. Di tahun 2016, jumlah kejadian sebanyak 386 kasus; di tahun 2017 angka kejadian sebanyak 413 kasus dan hingga September 2018 tercatat 266 kasus.  Peristiwa banjir menjadi salah satu kasus yang paling mencolok sejak 2016 hingga 2018. Dari catatan BPBD Jatim,  tahun 2016 ada 187 kasus banjir, tahun 2017 ada 153 kasus banjir dan hingga September 2018, kasus banjir di Jatim hingga 80 buah.

Bencana mencolok yang kedua adalah peristiwa tanah longsor. Di tahun 2016, ada 155 kasus tanah longsor, di tahun 2017 tercatat ada 85 kasus tanah longsor dan hingga September 2018 ada 25 kasus tanah longsor.

“Di saat pancaroba, angin kencang bahkan puting beliung itu tidak bisa diramalkan kemana larinya,” jelasnya.

Agus mengatakan BPBD terus melakukan penguatan kapasitas kelembagaan masyarakat desa melalui desa tangguh bencana maupun kelurahan tangguh bencana. Menurutnya, upaya ini sudah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan.

Dia menceritakan Pacitan dan Ponorogo, tebing-tebingnya dikasih terpal karena supaya tidak kena air hujan langsung. Warganya juga sudah sadar kalau hujan deras selama dua atau tiga jam, langsung mengevakuasi diri ke tempat tinggi. “Ini seperti EWS (early warning system) dewe, mereka sudah sadar bencana,” tuturnya.

Selain masalah kesadaran masyarakat, Agus menuturkan BPBD sudah melakukan pengecekan kesiapan infrastruktur. “Semuanya sudah menyatakan siap, sudah kita cek semua,” katanya.