Senin, 29 October 2018 12:52 UTC
Tim SAR melakukan pencarian Lion Air JT-610 di perairan Tanjung Karawang, Senin 29 Oktober 2018. Foto IST.
JATIMNET.COM, Madiun – Rumah pasangan suami-istri Slamet dan Sukartini di Dukuh Gantrung Desa Mojorejo, Kebonsari Kabupaten Madiun tak henti didatangi sanak keluarga dan tetangga, Senin 29 Oktober 2019.
Sejak siang, mereka terus berdatangan untuk turut berbelangsungkawa. Alviani Hidayatul Solikha, anak semata wayang Slamet-Sukartini, adalah salah satu pramugrari Lion Air JT-610 yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Senin pagi.
"Tadi ditelepon dari sana (Lion Air). Katanya Alvi ikut menjadi korban saat pesawatnya terbang ke Pangkal Pinang," kata Jayanti, seorang kerabat korban seperti dikutip dari Antara.
Alvi baru dua bulan bertugas sebagai pramugari. Ia baru saja lulus dari sebuah sekolah pramugari di Yogyakarta sebelum bergabung dengan maskapi berlogo singa itu. Di lingkungan rumahnya, di Madiun, ia dikenal sebagai anak yang ramah dan cantik.
Hingga kini, keluarga dan orang tua masih kaget dengan kabar kecelakaan yang menimpa Lion Air JT-610. Mereka sangat terpukul dengan peristiwa itu dan belum bersedia memberikan keterangan pada wartawan.
BACA JUGA: Tinggalkan Keluarga Usai Dua Pekan Menikah
Menurut Jayanti, meski telah mendapat kabar Alvi ikut menjadi korban dalam kecelakan itu, keluarga berharap ada keajaiban terjadi. Mereka berharap Alvi selamat.
Pesawat Lion Air JT 610 jatuh ke laut, di Perairan Tanjung Karawang. Pesawat tersebut sebelumnya lepas landas pada pukul 06.10 WIB dari Bandara Soekarno-Hatta dengan rute Bandara Depati Amir di Pangkal-Pinang, Bangka Belitung.
Namun, 13 menit setelah lepas landas, pesawat hilang kontak dan diperkirakan jatuh di Perairan Tanjung Karawang. Pesawat yang seharusnya tiba di Bandara Pangkal Pinang pada pukul 07.20 WIB mengangkut penumpang dan kru sebanyak 189 orang.
Tim SAR melakukan pencarian Lion Air JT-610 di perairan Tanjung Karawang, Senin 29 Oktober 2018. Foto IST.
Presiden Perintahkan Pencarian 24 Jam Non-Stop
Presiden Joko Widodo memerintahkan pencarian pesawat Lion Air JT-610 di perairan Karawang secara terus menerus sepanjang 24 jam. Hingga kini, tim pencari terus bekerja keras untuk menemukan semua korban dan badan pesawat.
“Gunakan lampu agar bisa kerja keras," kata Jokowi usai bertemu dengan keluarga korban JT-610 di Bandara Soekarno Hatta Tangerang, Banten, Senin malam.
BACA JUGA: Kecelakaan Lion Air JT-610, Berikut Pernyataan Boeing
Sementara itu, Direktur Operasional dan Latihan Basarnas Brigadir Jenderal Marinir Bambang Suryo Aji mengatakan proses pencarian yang dilakukan sejak pagi hingga sore hari di sekitar titik lokasi jatuhnya pesawat hanya menemukan beberapa potongan puing pesawat dan sejumlah potongan tubuh korban yang mengapung di permukaan air.
Sejumlah upaya dilakukan untuk menemukan posisi pesawat. Menurut dia, Basarnas menggunakan alat pendeteksi dan robot ROV yang bisa dikendalikan dari jarak jauh serta menambah jumlah personel pencarian -40 personel Basarnas Special Group, SAR Semarang dan Lampung, Kopaska dan Marinir.
Basarnas juga melibatkan kapal hidro-oseanografi milik TNI yaitu KRI Rigel 933 dan kapal dari BPPT untuk mendeteksi bangkai pesawat di dasar laut. "Pencarian 24 jam diprioritaskan dengan peralatan seperti KRI Rigel, dengan kapal BPPT 24 jam, terus tidak berhenti selama 24 jam," katanya.
Suryo mengatakan, saat ini titik lokasi bangkai pesawat masih belum ditemukan sehingga pencarian difokuskan untuk menentukan lokasi tenggelamnya pesawat jenis Boeing 737 MAX 8 itu.
Basarnas saat ini mengerahkan tim penyelam Basarnas Special Group sebanyak 40 personil yang akan mencari korban dengan kedalaman laut 30-35 meter. Area pencarian difokuskan pada wilayah 150 mil laut dari koordinat jatuhnya pesawat.
Adapun untuk proses evakuasi di malam hari diprioritaskan menggunakan KRI Rigel 933 yang merupakan Kapal Bantu Hidro-Oseanografi untuk mendeteksi bangkai pesawat di dalam laut.
Selain itu, pencarian juga akan dibantu dengan kapal dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) yang memiliki teknologi seperti sonar maupun remotely operated vehicles (ROV) seperti yang digunakan pada KRI Rigel 933.