Logo

12 Tahun Jalani Aksi Kamisan, Sejauh Mana Kekuatan Suciwati Berjuang?

Reporter:,Editor:

Minggu, 06 October 2019 04:10 UTC

12 Tahun Jalani Aksi Kamisan, Sejauh Mana Kekuatan Suciwati Berjuang?

TIDAK LELAH. Suciwati (tengah) akan terus memperjuangkan kejelasan suaminya saat berdiskusi dengan HMI Unej, Sabtu 5 Oktober 2019. Foto: Faizin Adi.. Foto:

JATIMNET.COM, Jember - 7 September 2004, menjadi hari yang tak terlupakan bagi Suciwati. Istri aktivis HAM Munir Said Thalib, itu harus menerima kabar pahit bahwa suaminya meninggal dalam perjalanan menuju Belanda dalam rangka melanjutkan studi.

Belakangan terungkap, Munir meninggal karena diberi racun arsenik, selama dalam perjalanan di udara. Skenario pembunuhannya terjalin begitu rapi dan terindikasi kuat melibatkan aparatur negara.

Suciwati menolak tunduk. Bersama sahabat-sahabat mendiang Munir, Suciwati terus bergerak mendesak negara untuk berani mengungkap kasus ini dan menangkap dalangnya. “Pengungkapan kasus ini sebenarnya tidak sulit. Tinggal pemerintah mau atau tidak, itu saja,” ujar Suciwati.

Pernyataan itu disampaikan saat berbicara di hadapan ratusan mahasiswa dan masyarakat Jember dalam diskusi bertajuk September Hitam: Mengungkap Kasus Kematian Munir dan Penyelesaan Kasus HAM di Indonesia yang dihelat HMI Komisariat Hukum Universitas Jember, pada Sabtu 05 Oktober 2019 malam.

BACA JUGA: Jokowi-Ma’ruf Singgung Penyelesaian Masalah HAM Masa Lalu

Meski perjalanan kasus kematian suaminya begitu berliku, Suciwati tak kenal lelah. Sejak 18 Januari 2007, bersama rekan-rekan pegiat HAM dan keluarga korban pelanggaran HAM lainnya menginisiasi dimulainya Aksi Kamisan.

Ini adalah sebuah aksi keprihatinan menuntut negara mengungkap kasus-kasus pelanggaran HAM. Dengan cara yang khas: payung, pakaian dan spanduk tuntutan serba hitam, serta berdiri di depan Istana Negara, tak peduli terik panas ataupun hujan menerpa.

Hingga 5 September 2019 kemarin, aksi sudah  memasuki edisi ke-600. Selama 12 tahun lebih aksi berjalan, namun belum ada perkembangan dari pengungkapan kasus-kasus itu. Lantas, energi apa yang membuat Suciwati tak lelah berjuang dan menolak menyerah ?

TAGIH JANJI. Suciwati menagih janji pemerintah yang akan memperjuangkan masalah HAM. Foto: Faizin Adi.

“Saya tidak lelah, karena saya sangat mencintai Indonesia. Saya ingin negeri ini dipimpin orang-orang yang benar-benar mengayomi rakyatnya, antara lain menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM,” lanjutnya kepada Jatimnet.com usai acara. Wanita 51 tahun itu hadir bersama kedua anaknya yang telah beranjak dewasa.

Aksi Kamisan yang masih istikomah dilakoni Suciwati dan rekan-rekannya juga menjadi cara mengajak masyarakat Indonesia menolak lupa dan merawat ingatan. “Kami ingin tunjukkan bahwa ada korban pelanggaran HAM berat yang dianggap tidak tampak. Negara harus berani menyelesaikan kasus ini. Kasus pelanggaran HAM itu tidak ada batas waktu atau kedaluwarsanya," papar Suciwati.

Saat akan berkuasa pada 2014 lalu, penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM sempat menjadi janji yang diobral oleh Joko Widodo. Janji itu pula yang sempat diucapkan Jokowi secara langsung kepada para pegiat dan keluarga korban pelanggaran HAM.

Namun bagi Suciwati, asa kepada Jokowi kian menipis sejak sang presiden mengangkat orang-orang yang bermasalah dengan pelanggaran HAM sebagai menteri dan pejabat strategis lain.

BACA JUGA: Komnas HAM: Pertimbangan Remisi Pembunuh Jurnalis Tidak Jelas

"Ketika dia mengangkat seorang penjahat kemanusiaan, sudah hilang harapan saya pada Jokowi. Saya prihatin, Jokowi saat ini justru memungut orang-orang yang bermasalah,” Suciwati melanjutkan.

Pengungkapan kasus-kasus pelanggaran HAM, bagi Suciwati sama pentingnya dengan pemberantasan korupsi. Karena itu, ia prihatin dengan situasi saat ini. Antara lain ketika kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK, Novel Baswedan, tak kunjung terungkap.

Meski mulai hilang harapan karena janji yang tak kunjung ditepati, Suciwati menitipkan pesan kepada Jokowi yang sesaat lagi akan kembali dilantik sebagai presiden.

“Saya ingin sampaikan, sebagai presiden. Saat bertemu dengan anaknya Wiji Thukul, dia berjanji untuk menyelesaikannya. Mudah saja sekarang, satu kasus saja, apa itu sudah dilakukan?” tanya Suciwati retoris.

MASIH CERIA. Suciwati berfoto bersama pegiat HAM dan mahasiswa yang tergabung dalam HMI Unej, pada Sabtu 5 Oktober 2019 malam. Foto: Faizin Adi.

Agar beban itu tidak kian berat, Suciwati menyarankan Jokowi untuk tidak lagi mengangkat orang-orang yang bermasalah ke lingkar kekuasaannya. Dia juga berharap, Jokowi tidak menyetujui pengesahan beberapa rancangan undang-undang yang tidak pro rakyat.

“Dia punya nyali tidak, untuk misalnya keluarkan Perppu KPK. Jokowi harus ingat bahwa dia itu dibayar dan diplih rakyat, seharusnya pro rakyat, punya nyali untuk rakyat,” tegas Suciwati.

Diskusi yang digelar HMI Komisariat Hukum Unej itu berjalan dinamis. Indiyana Abizone, salah satu inisiator acara tersebut mengungkapkan, diskusi ini berangkat dari keprihatinan akan minimnya kepedulian terhadap penegakan HAM di Indonesia.

"Karena itu, kami sedang merencanakan, dari Jember ini akan dimulai pula Aksi Kamisan, sebagai ikhtiar untuk mendesak negara menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia,” pungkas Abizone.