Logo

R-KUHP Ditunda, IJTI Apresiasi Sikap Presiden

Reporter:,Editor:

Sabtu, 21 September 2019 02:01 UTC

R-KUHP Ditunda, IJTI Apresiasi Sikap Presiden

IJTI: Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korda Surabaya. Foto: Baehaqi Almutoif

JATIMNET.COM, Surabaya - Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pusat Yadi Hariyadi mengaku bersyukur Presiden RI Joko Widodo menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (R-KUHP).

Menurutnya, pada R-KUHP terdapat poin yang membatasi kebebasan pers. "Alhamdulillah hari ini jadi tonggak sejarah karena Presiden menolak pengesahan R-KUHP. Sebab dalam KUHP yang baru, jurnalis bisa dipidanakan," ujar Yadi disela sambutan pengukuhan pengurus IJTI Korda Surabaya periode 2019-2022 di Surabaya, Jumat 20 September 2019 malam.

Ada dua pasal yang dianggap membatasi kebebasan pers pada R-KUHP, yakni pasal 219 dan pasal 241. 

Di Pasal 219 disebutkan, setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penyebaran kehormatan atau harkat dan martabat terhadap presiden atau wakil presiden dengan maksuda agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yakni sebesar Rp 200 juta.

BACA JUGA: Dewan Pers dan AJI Sebut Polisi Lakukan Intimidasi Pers

Sedangkan pasal 241, setiap orang yang menyiapkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya keonaran atau kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yakni paing banyak sebesar Rp 500 juta.

"Ini adalah kemenangan teman-teman jurnalis karena sudah dua tahun lalu kami galang kekuatan menolak RUU KUHP ini. Pasalnya bisa mengancam kebebasan berekspresi yang juga diatur dalam UUD 1945," kata Yadi. 

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo melihat ada sekitar 14 pasal yang perlu ditinjau kembali dengan seksama. Namun Jokowi, begitu ia akrab disapa tidak merincikannya satu persatu. 

BACA JUGA: Beritakan Ular di Asrama Mahasiswa Papua, Jurnalis Suara.com Dipanggil Polisi

Ia hanya menuturkan bahwa akan dikomunikasikan dengan semua pihak. Baik dengan DPR maupun dengan kalangan masyarakat yang tidak setuju dengan materi yang ada.