Senin, 17 December 2018 09:20 UTC

Sentra Industri Keripik Tempe Sanan di Kota Malang, Jawa Timur. Foto: Wikipedia
JATIMNET.COM, SURABAYA- Produksi keripik tempe Sanan di Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota Malang melonjak dua kali lipat menjelang Natal dan tahun baru.
Sejak awal Desember, produksi keripik naik menjadi 5 ton per hari dari produksi hari biasa yang rata-rata sebanyak 2 ton per hari. Konsumsi kedelai impor juga ikut meningkat menjadi 35 ton per hari yang digunakan sekitar 600-an pengusaha keripik tempe di kelurahan itu.
“Produksi keripik tempe sudah mulai naik sejak awal Desember. Biasanya ini bertahan sampai liburan Natal dan tahun baru selesai,” kata Ivan Kuncoro, ketua RW 15 Kelurahan Purwantoro Kecamatan Blimbing Kota Malang Senin 17 Desember 2018.
Menurut Ivan, produksi 5 ton tempe per hari diolah untuk memenuhi pesanan keripik tempe saja. Sementara olahan lain jumlahnya tak sebanyak keripik tempe. Ragamnya seperti brownis, sambal goreng, dan pia. “Keripik tempe tetap yang paling banyak,” katanya.
BACA JUGA: Mengenal "Gereja Merah" di Kota Probolinggo
Meningkatnya produksi keripik tempe lantaran selalu dijadikan jujugan sebagai oleh-oleh kudapan khas Malang. Jika dipersentasi, pembeli yang datang langsung ke gerai mencapai 60 persen, sementara pembeli lewat online dan jalur pesanan lain mencapai 40 persen.
Pembelian lewat online diakui semakin meningkat di tahun ini. “Banyak yang lewat online juga, dari seluruh Indonesia dan juga luar negeri. Seperti Singapura, Malaysia, Dubai sampai Arab,” kata penggagas paguyuban keripik tempe Sanan itu.
Dengan kemasan plastik atau aluminium foil yang bagus, keripik tempe Sanan mampu bertahan antara 5 bulan hingga 1 tahun.
Menurutnya tren konsumsi keripik tempe sempat diprediksi akan berkurang di awal tahun. Hal itu dipicu munculnya sejumlah gerai makanan baru yang menjamur di Malang.
Namun hingga kini konsumsi keripik tempe dirasakan tidak terganggu. Sebab, pengusaha tempe mampu menjaga kualitas produk keripiknya dan terus berproduksi meskipun dalam skala kecil.
“Awal tahun ini kami sempat khawatir karena banyak jajanan baru yang muncul di Malang. Tapi ternyata sampai sekarang konsumsi kami tetap bagus,” lanjutnya.
BACA JUGA: MUI Sebut PSI dan Komnas Perempuan Tak Mengerti Islam
Hanya saja produksi penganan lokal ini sangat bergantung pada kedelai impor. Sebab selain harga kedelai lokal yang lebih mahal juga keberadaanya juga tidak sebanyak kedelai impor. Kedelai impor harganya Rp 6.900 per kilogram, kalau kedelai lokal Rp 8 ribu per kilogram.
Pengusaha pun sempat khawatir ketika nilai tukar dolar terus menguat di tahun ini. “Biasanya kalau dolar naik terus pengusaha memperkecil ukuran atau menaikkan harga,” kata Ivan.
