Logo

Politik Balas Budi Jadi Pintu Masuk Korupsi

Reporter:

Minggu, 09 December 2018 15:30 UTC

Politik Balas Budi Jadi Pintu Masuk Korupsi

Ilustrator: Gilas Audi

JATIMNET.COM, Bekasi – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperingatakan para kontestan Pemilihan Umum 2019 untuk menghindari politik balas budi. Sebab, politik balas budi rentan menjadi pintu masuk untuk korupsi.

"Saat ini rata-rata gaji seorang kepala daerah berkisar Rp5,1 juta hingga Rp5,8 juta per bulan," kata Ketua KPK Agus Raharjo pada peringatan Hari Antikorupsi Internasional 2018 di Gelanggang Olahraga (GOR) Kota Bekasi, Minggu 9 Desember 2018.

Agus melanjutkan, untuk menjadi kepala daerah biayanya sangat mahal. Sehingga cara memilih agar tidak timbulkan biaya tinggi harus diperbaiki. Situasi demikian, menurut dia, telah membuka peluang pendanaan pihak ketiga untuk kebutuhan dana pencalonan kontestan.

"Kita pikirkan secara dalam, apa saja peluangnya. Sistem harus terus diperbaiki agar pada akhirnya sistem penggajian kepala daerah bisa segera diperbaiki," katanya.

BACA JUGA: Polemik Korupsi Kanker Stadium Empat Dan Bapak Korupsi

Agus mengatakan bahwa KPK telah mengusulkan kepada pemerintah agar pendanaan kontestasi pemilu bagi para pesertanya didanai secara penuh oleh keuangan pemerintah.

"KPK sudah usulkan itu berdasarkan kajian di banyak negara. Salah satunya adalah Jerman yang secara 'full' membiayai kegiatan pemilu dari pemerintahnya. Secara bertahap jangan terlalu lama perlu disesuaikan," katanya.

Sisi positif dari pendanaan secara "full" melalui keuangan pemeirntah, akan memudahkan Badan Pengawas Keuangan (BPK) melakukan monitoring pemanfaatan dana oleh kontestan. "Kalau masuk dari uang negara, audit BPK bisa jauh lebih dalam pada tata kelola dana partai," katanya.

Di kesempatan yang sama, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kantor pelayanan publik menjadi barometer konkret dalam mengawasi implementasi prilaku antikorupsi oleh publik.

BACA JUGA: Sudah 28 Aparat Pengadilan Terjerat Korupsi

"Peringatan Hari Antikorupsi Internasional yang diperingati setiap 9 Desember ini positif dan layak diapresiasi. Namun, tidak boleh berhenti hanya di seremonial saja," kata Ketua ICW Donal Fariz..

Menurut dia, masyarakat masih menantikan upaya konkret pemerintah dalam memberantas korupsi. Hal yang paling sederhana untuk diaplikasikan pemerintah adalah mengoptimalkan pelayanan publik yang bebas korupsi di setiap daerah.  "Jangan ada lagi masyarakat yang kesulitan memperoleh layanan pemerintah. Hanya sesederhana itu," katanya.

Ia kerap mendapat laporan terkait dengan pembuatan kartu tanda penduduk (KTP) atau kartu keluarga (KK) yang masih dibebankan biaya rata-rata Rp200 ribu di banyak daerah. "Ini adalah fakta bahwa semangat memberantas antikorupsi kita masih belum optimal," katanya.

Donal menambahkan bahwa, pemberantasan korupsi sejatinya adalah mempermudah layanan publik yang transparan, akuntabel, dan sederhana. "Hanya sesederhana itu kalau kita semua punya keseriusan, bisa dengan mudah terlaksana," katanya.(ant)