Logo

Polisi Ringkus Sindikat Pelaku Manipulasi Data Kartu Perdana Beromset Ratusan Juta

Reporter:,Editor:

Selasa, 11 April 2023 13:00 UTC

<strong>Polisi Ringkus Sindikat Pelaku Manipulasi Data Kartu Perdana Beromset Ratusan Juta</strong>

Penangkapan. Pelaku dan Barang Bukti Saat Dihadirkan di halaman Mapolres Probolinggo Kota. Foto : Zulkiflie.

JATIMNET.COM, Probolinggo - Satreskrim Polres Probolinggo Kota meringkus sindikat pelaku tindak pidana ITE dan ilegal akses atau memanipulasi data kependudukan, pada kartu perdana atau SIM card ponsel. Pelaku berjumlah 6 orang, di mana salah satu diantaranya merupakan seorang perangkat desa.

Masing-masing pelaku, yakni ; AA dan M warga Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo; Lalu YS warga Kecamatan Kanigaran, Kota Probolinggo; Kemudian CD warga Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo; ES warga Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo; Serta FH warga Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor.

Kapolres Probolinggo Kota, AKBP Wadi Sa'bani mengatakan, terbongkarnya tindak pidana tersebut, berawal banyaknya laporan masyarakat yang resah, lantaran merasa nomor ponselnya telah digunakan orang lain atau di-hack. Ada pula masyarakat, yang merasa tidak pernah melakukan pinjaman online (Pinjol), namun malah ditagih oleh pihak penyedia layanan Pinjol tersebut.

Berawal dari situ, petugas kemudian melakukan penyelidikan terkait peredaran jual beli kartu perdana yang sudah didaftarkan atau teregister. Dalam upaya penyelidikan itu, petugas mendapati saudara MA yang telah membeli kartu perdana dimaksud.

Setelah ditindaklanjuti, MA diketahui membeli kartu perdana itu, dari saudara AA. Petugas pun kemudian bergegas mendatangi konter milik AA, di Desa Tempuran Kecamatan Bantaran, pada 1 April 2023 lalu.

Di situlah akhirnya terungkap, di mana AA kedapatan tengah melakukan registrasi kartu perdana menggunakan modem pool atau sim box.

Dalam prakteknya itu, AA memanipulasi data pengguna kartu menggunakan NIK/KK masyarakat dari sejumlah desa di Kabupaten Probolinggo. Sejumlah NIK tersebut, diperoleh AA dari M, merupakan oknum perangkat desa.

"Informasi yang kami terima, AA membeli sejumlah NIK itu kepada M sebesar Rp 300 ribu tiap desanya,"ujar Wadi, Selasa 11 April 2023.

Tak hanya menjual kartu perdana yang sudah teregister, pelaku AA bahkan diketahui menjual kode OTP dari tiap kartu perdana yang ia daftarkan tersebut. Kode tersebut, pelaku jual melalui website Rusia SMS HUB secara online.

Barang Bukti Yang Diamankan Petugas, Foto : Zulkiflie

"Untuk hasil penjualan kartu perdana teregister itu, AA bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp 30 juta sebulan. Sedangkan dari penjualan kode OTP, AA bisa meraup penghasilan hingga Rp 130 juta sebulannya. Itu diketahui, setelah kami menelusuri hasil penarikan uang pelaku,"papar Wadi 

Besarnya omset dari praktek ilegal akses tersebut, lanjut Wadi, membuat pihaknya terus melakukan pengembangan, berkaitan siapa saja yang terlibat di dalamnya. Sampai kemudian, petugas mendapati beberapa pihak selaku penyedia dan pemasok kartu perdana tersebut.

"Untuk penyedia dan pemasoknya, adalah YS, CD dan ES. Saat didatangi ketempat YS, petugas juga mendapati seperangkat modem pool atau sim box,"tutur Wadi.

Penyelidikan petugas, kemudian beralih ke pihak penyedia modem pool atau sim box. Yang mana, sebut Wadi, setelah ditelusuri muncul nama pelaku FH warga Bogor. Dalam aksinya, disamping menyediakan model pool itu, FH juga mengajarkan cara menggunakannya kepada AA, termasuk cara menjual kode OTP.

"Kami terus melakukan pendalaman tindak pidana ITE ini. Termasuk apakah ada tidaknya, keterlibatan pihak provider kartu pidana tersebut. Untuk sementara yang kami amankan, ada beberapa jenis kartu perdana,"jelas Wadi.

Dalam pengungkapan tindak pidana ITE itu, petugas mengamankan sejumlah barang bukti yang digunakan para pelaku dalam melancarkan aksinya. Meliputi ; ribuan kartu perdana,15 unit SIM-Box, dua unit laptop, tiga buah PC, serta barang bukti lain.

Guna mempertanggung jawabkan perbuatannya, pelaku bakal dijerat Pasal 35 Junto Pasal 51 ayat 1 UU RI Nomor 19 tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 77 junto 94 UU RI Nomor 24 tahun 2017 Tentang Administrasi Kependudukan junto Pasal 55 KUHP dengan ancaman 12 tahun penjara dengan denda maksimal 12 miliar.