Logo

Pj Wali Kota Mojokerto Apresiasi Urban Farming, Solusi Ketahanan Pangan dan Tekan Inflasi

Reporter:,Editor:

Minggu, 21 January 2024 03:00 UTC

Pj Wali Kota Mojokerto Apresiasi Urban Farming, Solusi Ketahanan Pangan dan Tekan Inflasi

Kelompok Wanita Tani (KWT) Teras Hijau, Kelurahan Pulorejo, Kota Mojokerto menunjukkan sayuran yang dipanen dengan metode urban farming. Foto: Dinas Kominfo Kota Mojokerto

JATIMNET.COM, Mojokerto – Urban farming menjadi gaya hidup yang semakin diminati warga perkotaan, tidak terkecuali di Kota Mojokerto. Pemkot Mojokerto menginisiasi gerakan pertanian perkotaan ini melalui program Kelompok Wanita Tani (KWT). Kini, tidak hanya warga yang tergabung dalam KWT, praktik urban farming juga makin banyak dilakukan di masing-masing rumah tangga dengan skala dan metode yang beragam.

Penjabat (Pj) Wali Kota Mojokerto Mohammad Ali Kuncoro juga turut memberi perhatian terhadap fenomena tersebut. Pihaknya mengapresiasi keterlibatan masyarkat yang semakin masif dalam kegiatan berkebun yang memanfaatkan ruang terbatas di sekitar rumah atau pemukiman.

“Ini tidak hanya menghijaukan lingkungan, tapi juga menyediakan sayuran segar yang bisa dikonsumsi sebagai sumber nutrisi untuk keluarga. Ini menunjukkan kesadaran ketahanan pangan dari masyarakat,” ujar Ali, Minggu, 21 Januari 2024.

BACA: Jumat Blusukan, Mas Pj Walikota Mojokerto Sapa Warga hingga Sidak Proyek Strategis

Penerapan urban farming juga secara ekonomi menguntungkan warga karena beberapa jenis sayuran dan bumbu dapur dapat dipenuhi secara mandiri melalu hasil budidaya tersebut. Bahkan praktiknya juga dapat membantu menekan laju inflasi daerah.

“Karena sejumlah tanaman termasuk dalam jenis komoditas yang kerap mengalami kenaikan dan berkontribusi pada terjadinya inflasi daerah, seperti cabai, bawang, dan tomat,” kata Ali yang akrab disapa Mas Pj ini.

Dari berbagai KWT yang ada di masing-masing kelurahan, salah satunya adalah KWT Teras Hijau di Kelurahan Pulorejo. Dengan memanfaatkan lahan “cawisan” atau lahan kosong milik kelurahan yang tidak terlalu besar, 15 ibu yang tergabung dalam KWT tersebut aktif melakukan kegiatan bercocok tanam beragam jenis sayuran, seperti cabai, tomat, kenikir, terong, pakcoy, dan lain-lain.

Beragam jenis tanaman tersebut ditanam dengan metode yang berbeda. Ada yang menggunakan polybag, langsung ke media tanah, dan sistem hidroponik menggunakan air. Selain itu, pemupukan juga dilakukan dengan bahan organik berupa Pupuk Organik Cair (POC) dan kompos dari sampah organik rumah tangga yang dihasilkan warga sekitar.

BACA: Pemkot Mojokerto Garap 10 Proyek Strategis Tahun 2024, Fasilitas Wisata hingga Olahraga

“Untuk kangkung kami ada lima gundukan yang masing-masing bisa menghasilkan 8-9 kilogram. Jadi, selain untuk konsumsi anggota, juga dijual. Terus ada cabai. Itu biasanya juga ada anggota yang sehari-hari berjualan makanan. Itu belinya di kita,” tutur Sunarti, salah satu pengurus KWT.

Meski terkadang agak kesulitan memasarkan hasil panen karena dinilai lebih mahal dibanding sayur nonorganik, Sunarti dan kelompoknya tidak lantas goyah. Selain memberikan opsi sayur yang lebih sehat bagi keluarga mereka, keberadaan kelompok tani yang dibentuk empat tahun lalu ini juga menambah kerukunan antarwarga.

Selain dilakukan secara berkelompok, salah satu rumah tangga yang juga melakukan praktik urban farming secara mandiri adalah pasangan Deni dan Titin, warga Kelurahan Pulorejo. Mereka menggunakan sistem hidroponik dan tidak hanya untuk menanam sayuran, melainkan juga buah.

“Kami pilih hidroponik ini karena cocok untuk lahan rumah yang sempit dan cukup mudah. Selain itu juga ternyata bisa untuk berbagai jenis tanaman. Biasanya untuk sayur, ini yang terbaru kami coba untuk menanam buah melon dan bisa berbuah dengan baik,” ujar Titin.