Rabu, 18 September 2019 09:30 UTC
Ilustrasi.
JATIMNET.COM, Surabaya – Pemerintah Indonesia melalui Bea Cukai dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kembali merekomendasikan ratusan kontainer tercampur sampah dan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) untuk direekspor ke negara asalnya.
Direktur Jenderal Bea Cukai, Heru Pambudi melalui rilis yang diterima Jatimnet mengungkapkan, Bea Cukai dan KLHK kali ini berhasil melakukan penindakan terhadap tiga perusahaan penerima fasilitas Kawasan Berikat di wilayah Tangerang, Banten yaitu PT HI, PT NHI, dan PT ART.
“Ketiga perusahaan tersebut kedapatan mengimpor limbah plastik tercampur sampah dan limbah B3. Bahkan salah satu dari perusahaan tersebut mengimpor tanpa dilengkapi dokumen yang dipersyaratkan,” ungkap Heru, Rabu 18 September 2019.
Heru mengungkapkan, penindakan terhadap PT HI yang mengimpor 102 kontainer plastik lembaran dan plastik buatan berbagai jenis ditemukan sebanyak 23 kontainer terkontaminasi limbah B3 serta direkomendasikan untuk dikembalikan ke negara asal yaitu Australia (13 kontainer), Amerika Serikat (7 kontainer), Spanyol (2 kontainer), dan Belgia (1 kontainer).
BACA JUGA: Khofifah: Perlu Dipikir Bersama Penggunaan Kertas Bekas untuk Industri
Sementara 79 kontainer lainnya dinyatakan bersih dan diberikan izin untuk dipakai sebagai bahan baku. “Hari ini akan dilakukan reekspor 9 kontainer yang terkontaminasi tersebut ke negara asal Australia,” kata Heru.
Penindakan kedua dilakukan terhadap PT NHI yang mengimpor 138 kontainer berisi chips, biji plastik PET, dan staple fibre. Setelah diperiksa, 109 kontainer dinyatakan terkontaminasi limbah B3 dan akan direekspor ke negara asal yaitu Australia (80 kontainer), Amerika Serikat (4 kontainer), Selandia Baru (3 kontainer), dan Great Britain (22 kontainer).
Sementara 29 kontainer sisanya dinyatakan bersih dan diberikan izin untuk dipakai sebagai bahan baku. PT NHI telah mereekspor 2 kontainer yang terkontaminasi tersebut ke negara asal Selandia Baru pada tanggal 1 September 2019.
Penindakan ketiga dilakukan terhadap PT ART yang mengimpor 24 kontainer berisi biji plastik. Importasi tersebut terbukti tidak dilengkapi dengan dokumen persetujuan impor sehingga Bea Cukai langsung membekukan izin Kawasan Berikat PT ART.
BACA JUGA: Indonesia Bukan Tempat Sampah
Setelah dilakukan pemeriksaan, 10 kontainer dinyatakan terkontaminasi limbah B3 yaitu Hongkong (3 kontainer) dan Australia (7 kontainer). Sementara itu, 14 kontainer lainnya yang berasal dari Jepang (2 kontainer), Kanada (4 kontainer), Spanyol (5 kontainer), dan Hongkong (3 kontainer) dinyatakan bersih.
“Pada 22 Agustus 2019, telah dilakukan pemeriksaan terhadap 24 kontainer tersebut oleh Bea Cukai bersama KLHK. Hasilnya sebanyak 10 kontainer dinyatakan terkontaminasi limbah B3, sementara 14 sisanya dinyatakan tidak terkontaminasi. Namun seluruh kontainer akan direekspor karena importir tidak dapat memenuhi ketentuan lartas berupa Persetujuan Impor,” ungkap Heru.
Penindakan yang telah dilakukan oleh Bea Cukai dan KLHK kali ini menambah daftar panjang penindakan impor limbah tercampur limbah B3. Hingga 17 September 2019, Bea Cukai telah mencegah kurang lebih 2.041 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak, Batam, Pelabuhan Tanjung Priok, dan Tangerang.
BACA JUGA: Impor Sampah Asal Australia
Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) menuntut KLHK memberikan sanksi pidana lingkungan terhadap perusahaan-perusahaan yang terbukti memasukkan sampah plastik kedalam Indonesia. “Jika tidak dipidana dikhawatirkan akan terus terulang,” kata Direktur Ecoton Prigi Arisandi.
Ia menyebut, hingga kini masih ditemukan kontainer-kontainer impor yang berisi sampah kaleng atau logam alumunium di sekitar pabrik kertas di Mojokerto, Jawa Timur. “Ini menunjukkan masih lemahnya pengawasan terhadap masuknya impor sampah,” pungkasnya.