Rabu, 27 June 2018 14:25 UTC
Warga dan petugas KPPS melakukan penjagaan di TPS 49, Manukan.
Reporter : Jemmi Purwodianto
Jatimnet.com – Proses pencoblosan dalam Pemilihan Umum Gubernur dan Wakil Gubernur di TPS (Tempat Pemungutan Suara) 49, Manukan Kulon, RW 13 RT 6, Kecamatan Tandes, terpaksa dihentikan.
Pasalnya diduga ada dua warga asal Buntaran Gang 3, Manukan Wetan menyoblos dua kali di TPS berbeda, dengan menggunakan hak pilih orang lain.
Hal itu diungkapkan Ketua RT 6, Ahmad Zaini, kejadian tersebut bermula pada malam sebelum pemungutan suara berlangsung, dirinya mengantarkan surat C6 atau undangan hak pilih di rumah salah satu warga yang bernama Muhammad Udin Silehu dan Sugiati.
Namun, keduanya sudah lama menjual rumah tersebut dan belum mengurus surat pindah ke alamat yang baru. Kemudian, rumah tersebut di kontrak oleh Kudori dan Sulichah, warga Buntaran, Manukan Wetan Surabaya.
“Karena saya tidak mengenal wajah warga satu persatu. Saat memberikan surat C6 di rumah Muhammad Udin Silehu dan ibu Sugiati. Saya tanya apakah benar ini rumah Pak Udin dan Bu Sugiati. Pasutri (Kudori dan Sulichah,red) ini mengaku Udin dan Sugiati,” kata Ahmad, di TPS 49 Rabu 27 Juni 2018, malam.
Ketika pemilihan dilaksanakan, lanjut Ahmad, sekitar pukul 08.00 WIB pagi, pasangan suami istri bernama Kudori dan Sulichah datang ke TPS 49 dengan membawa surat undangan atau C6 tersebut.
Kedunya pun ikut antri, menunggu panggilan. Waktu dipanggil petugas KPPS, kedua baru maju dengan menunjukan surat C6 dan menyoblos.
“Pada saat disini, Kami panggil atas nama Udin dan Sugiati. Padahal bukan dirinya, keduanya maju dan melakukan pencoblosan,” tambah Ahmad.
Setelah selesai mencoblos, lanjut Ahmad, Khudori dan Sulichah, sekitar pukul 12.30 WIB, datang ke TPS yang berbeda tidak jauh dari lokasi awal. Hanya saja kali ini kedua datang dengan menggunakan nama aslinya, bukan Udin dan Sugiati.
Di pencoblosan ini, Khudori dan Sulichah berdalih tidak mendapatkan lembaran C6. Maka hanya menunjukan identitas alias KTP saja. Dari situ,
“Ketika mau selesai, yang memiliki hak pilih sebenarnya datang mau melakukan pencoblosan. Saya bingung, dari data yang di terima bahwa Pak Udin dan Bu Sugiati sudah menggunakan hak pilihnya. Tentu saja pak Udin marah karena merasa belum mencoblos,” kata Ahmad.
Dari situlah, diketahui bahwa Kudori dan Sulicah menggunakan hak pilih orang lain. Bahkan, saat dilakukan pengecekan, keduanya sudah mencoblos di daerah Buntaran.
“Setelah kami lakukan pengecekan, bahwa pak Kudori dan istrinya melakukan pencoblosan di TPS Buntaran juga,” katanya.
Dari kejadian tersebut, KPPS memanggil Kudori dan Sulicah untuk memberikan penjelasan. Keduanya sempat tidak berterus terang, namun setelah KPPS menjelaskan jika menggunakan hak pilih orang lain bisa di jerat pidana, barulah kudori mengakuinya.
“Dia mengakui kalau sudah mencoblos di dua tempat dengan alasan sudah tua dan tidak tahu kalau mencoblos di dua tempat bisa di jerat hukum,” jelas Ahmad.
Dari kejadian tersebut, setelah melakukan rapat mendadak dengan berbagai pihak mulai dari KPU, Panwaslu dan saksi-saksi, pemungutan suara di hentikan tanpa ada perhitungan.
“Dari 381 daftar pemilih tetap, yang sudah datang sekitar 280 orang. Padahal banyak yang menunggu hasil perhitungan di TPS ini,” beber Ahmad.
Setelah Ketua RT 6 tsrsebut mempertemukan dari kedua belah pihak, ternyata memang benar Kudori dan istrinya menggunakan Hak pilih Udin Silehu dan Sugiati istrinya.
“Tadi sudah di BAP di Polsek Tandes Surabaya bersama Pak sentot (Ketua KPPS),” pungkas Ahmad