Selasa, 16 February 2021 10:20 UTC
INFUS BEKAS. Limbah medis berupa selang infus bekas ditemukan dibuang sembarangan di bantaran sungai Dinoyo, Desa Dinoyo, Kec. Jatirejo, Kab. Mojokerto, saat kerja bakti Hari Peduli Sampah Nasional, Jum'at, 21 Februari 2020. Foto: Karin/Dokumen
JATIMNET.COM, Mojokerto - Jumlah limbah medis di kategori limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) meningkat empat kali lipat selama pandemi Covid-19 berlangsung sejak tahun 2020 lalu.
Bahkan, bulan Januari 2021 pengelolaan limbah medis khusus Covid-19 mencapai 187 ton di wilayah Indonesia Timur yang diterima perusahaan pengelolaan limbah di Desa Lakardowo, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan, penanganan limbah medis masih menjadi persoalan serius yang harus segera ditangani.
Utamanya, di era pandemi Covid-19 jumlah produksi limbah medis di fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) meningkat tajam. Data Kementerian PPN/Bappenas menyebutkan potensi peningkatan timbunan limbah medis akibat penggunaan alat pelindung diri (APD) mencapai tiga hingga empat kali dari jumlah sebelumnya.
Baca Juga: DLH Jatim Akui Ada Limbah Medis Dibuang di Bekas Tambang Pasir
"Meningkatnya jumlah kasus positif Covid-19 mengakibatkan bertambahnya jumlah limbah medis fasyankes sampai empat kali lipat. Tapi, faktanya belum banyak rumah sakit yang memiliki pengolahan limbah on-site," ungkapnya, Selasa, 16 Februari 2021.
Muhadjir mengungkap, secara umum kondisi pengelolaan limbah medis di Indonesia masih menghadapi tantangan. Mulai dari aspek regulasi, kapasitas pengolahan, peran pemerintah daerah, koordinasi antar lembaga, SDM, sarana prasarana, perizinan, peran swasta, dan pembiayaan.
Jumlah fasyankes yang mempunyai fasilitas pengolah limbah berizin atau insenerator saat ini baru berjumlah 120 rumah sakit dari 2.880 rumah sakit dan hanya 5 rumah sakit yang memiliki autoclave.
Dimana seharusnya semua provinsi mempunyai alat pengolah limbah medis di daerahnya. Sehingga demikian, penanganan limbah medis dapat diselesaikan di setiap daerah dengan konsep pengelolaan limbah medis berbasis wilayah. "Ini sesuai amanat Permenkes Nomor 18/2020 tentang Pengelolaan Limbah Medis Fasyankes Berbasis Wilayah," ucapnya.
Baca Juga: Limbah Medis Selang Infus Bekas Dibuang Sembarangan di Mojokerto
Tercatat untuk Provinsi Jawa Timur, data tahun 2020 saja menyebutkan dari total limbah medis yang dihasilkan sebanyak 34.891,940 kg, kapasitas pengolahan di fasyankes hanya 6.864 kg.
Di samping itu, masalah pengangkutan menghadapi tantangan karena jasa pengangkutan yang ada hanya sebanyak 165 jasa pengangkutan berizin. Untuk itu pihaknya, meminta untuk regulasi dalam penambahan pengelolaan limbah B3 dipermudah.
Kondisi tersebut, menyebabkan pengangkutan belum dapat menjangkau semua fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia khususnya fasyankes di daerah Indonesia Timur dan daerah terpencil, kepulauan.
"Diperparah dengan timbunan limbah medis yang ditaksir meningkat akibat penggunaan APD selama pandemi Covid-19. Kondisi fasilitas pengolahan yang terbatas inilah yang menyebabkan pengelolaan limbah di daerah khususnya luar Pulau Jawa mengalami kendala dan harus segera kita benahi," pungkasnya.
Baca Juga: Mahasiswa Australia Temukan Limbah Medis Bekas Tes HIV di Mojokerto
Muhadjir mengatakan, UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tegas mengatur. Bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3.
Jika tak mampu melakukan pengelolaan limbah B3 secara mandiri, maka pengelolaannya diserahkan ke pihak lain dan wajib mendapatkan izin dari menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.
"Ini penting karena dampak dari pengelolaan limbah medis yang tidak terkelola dengan baik dapat menimbulkan dampak lingkungan seperti pencemaran lingkungan, termasuk dampak kesehatan seperti tertusuk benda tajam, hepatitis, bahkan HIV," tandasnya
Sementara, Manager Plant PT. PRIA Mujiono, menambahkan pengolahan limbah medis di PT Pria naik 100 persen. Yakni, masker, jarum suntik, ampul vaksin, sarung tangan dan alat medis lainnya.
"Untuk Februari ini mencapai 200 ton limbah medis khusus Covid-19. Kalau bulan Januari kemarin 185 ton, sedang tahun lalu hanya 80 ton per bulan untuk limbah medis Covid-19 dari berbagai daerah seperti NTB, Irian, Bali," imbuhnya.
