Selasa, 25 December 2018 09:54 UTC
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. Foto: Biro Humas Kementerian Perindustrian
JATIMNET.COM, Jakarta - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan pihaknya berupaya untuk bisa mendapatkan bea masuk nol persen dengan menjalin kemitraan ekonomi dengan berbagai negara melalui free trade agreement (FTA).
“Jadi, peluang meningkatkan ekspor kita akan sangat besar karena bea masuk ke sana menjadi nol persen," kata Airlangga dalam siaran pers yang diterima Jatimnet.com, Selasa 25 Desember 2018.
Berbagai produk andalan dari Indonesia, kata dia, siap merambah pasar global, seperti perhiasan ke Swiss dan produk-produk lainnya seperti tekstil, pakaian, dan alas kaki, termasuk juga produk IKM.
Karena itulah, kata Airlangga, Indonesia akan aktif menjalin kemitraan ekonomi dengan berbagai negara melalui FTA atau comprehensive economic partnership agreement (CEPA).
BACA JUGA: Menperin Targetkan Indonesia 10 Besar Perekonomian Dunia 2030
Baru-baru ini, kata Airlangga, Indonesia dan empat negara yang tergabung dalam European Free Trade Association (EFTA) telah menandatangani skema IE-CEPA. Empat negara EFTA adalah Swiss, Liechtenstein, Islandia dan Norwegia.
Airlangga juga mengatakan pihaknya tengah mendorong peningkatan ekspor oleh industri yang memiliki kelebihan kapasitas. Hal ini karena telah mampu memenuhi pasar domestik. “Jadi memang perlu diperhatikan kombinasi pasar domestik dan ekspor supaya volumenya meningkat,” tandasnya.
Adapun sektor yang sedang dipacu, antara lain industri makanan dan minuman serta industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Kelompok ini juga merupakan manufaktur yang mendapat prioritas pengembangan dalam penerapan industri 4.0 sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Pada tahun 2030, Indonesia ditargetkan menjadi lima besar eksportir untuk industri makanan dan minuman di tingkat global," ungkapnya. Implementasi industri 4.0 diyakini mampu meningkatkan ekspor makanan dan minuman nasional hingga empat kali lipat, dari target tahun ini sekitar USD12,65 miliar yang akan menjadi sebesar USD50 miliar pada 2025.
Sementara itu, industri TPT mampu kompetitif karena struktur industrinya sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya juga dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional. Sektor padat karya ini mampu memberikan share ekspor dunia sebesar 1,6 persen.
BACA JUGA: Kemenperin Fasilitasi Pembangunan Politeknik di Kawasan Industri
Pada tahun 2018, Kemenperin mematok ekspor industri TPT sebesar USD13,5 miliar dan menyerap tenaga kerja sebanyak 2,95 juta orang. Tahun 2019, ekspornya diharapkan bisa mencapai USD15 miliar dan menyerap sebanyak 3,11 juta tenaga kerja.
Periode Januari-Oktober 2018 ekspor TPT nasional telah menembus di angka USD11,12 miliar, naik 7,1 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu.
Di samping itu, industri karet sintetis juga berpeluang dongkrak nilai ekspor nasional. Hal ini seiring dengan adanya investasi PT Synthetic Rubber Indonesia (SRI), beberapa waktu lalu.
Diproyeksi nilai ekspor karet sintetis dari perusahaan ini mencapai USD250 juta dengan kapasitas produksi 120 ribu ton per tahun. Dalam pemanfaatannya, karet sintetis banyak dimanfaatkan untuk memproduksi ban, conveyor belt, komponen karet, alas kaki, serta pembungkus kabel listrik.