Logo

Menteri Agama: Hindari Praktek Diskiriminatif dalam Syariah

Reporter:,Editor:

Senin, 26 November 2018 05:11 UTC

Menteri Agama: Hindari Praktek Diskiriminatif dalam Syariah

Caption: Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin di Surabaya, Minggu, 25 November 2018. Foto: Baehaqi Almutoif

JATIMNET.COM, Surabaya - Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin mengatakan sistem hukum di Indonesia hanya mengenal Undang-undang Dasar (UUD), peraturan pemerintah, peraturan presiden dan peraturan daerah.

"Ketentuan peraturan perundang-undangan yang saya ketahui tidak ada istilah perda syariah. Kita tidak mengenal istilah perda syariah,” ujar Luqman usai menghadiri perayaan hari guru nasional dan nonton wayang bersama di Dyandra Convention Hall, Senin 26 November 2018 dini hari.

Dia mengaku tidak tahu istilah tersebut datang dari mana. “Jangan-jangan dari teman-teman media,” tuturnya. Karena dalam sistem hirarki tata kelola perundang-undangan tidak mengenal perda syariah.

Mengenai penolakan perda syariah yang sedang ramai diperbincangkan, Luqman mengajak untuk menolak esensi atau isi dari suatu perda. Bukan perda syariah yang secara nyata tidak ada. Mana isi suatu perda yang dirasa ada diskriminasi di dalamnya harus ditolak.

BACA JUGA: Kemenag Alokasikan Rp 10 triliun untuk Guru Madrasah

"Kan prosesnya sudah ada, misalkan gubernur punya kewenangan, mahkamah agung punya kewenangan untuk mereview perda diskriminatif,” ujar Lukman yang memilih memakai istilah perda diskriminatif dibandingkan perda syariah.

Kendati demikian, jika ditanya setuju atau tidak setuju tentang syariah, sebagai umat Islam pasti setuju. Karena sebagai umat Islam pasti menghendaki syariah. Tetapi syariah itu memiliki makna cukup luas. “Jadi bukan perda syariahnya yang mestinya dihindari, tapi praktek diskriminatifnya,” tuturnya.