Logo

Kantongi Surat Gangguan Jiwa, Kejari Ponorogo Sulit Eksekusi Mantan Wabup Ida

Terpidana Bayar Uang Pengganti Sebesar Rp 850 Juta
Reporter:,Editor:

Kamis, 27 May 2021 07:00 UTC

Kantongi Surat Gangguan Jiwa, Kejari Ponorogo Sulit Eksekusi Mantan Wabup Ida

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ponorogo, Khunaifi Al Humami

JATIMNET.COM, Ponorogo – Mantan Wakil Bupati Ponorogo periode 2010-2015 Yuni Widyaningsih alias Ida yang menjadi terpidana kasus korupsi proyek pengadaan alat peraga sekolah dengan menggunakan dana alokasi khusus (DAK) tahun 2012–2013 akhirnya melakukan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 850 juta.

“Saat naik ke kasasi 2019 lalu, wabup Ida dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dengan subsider 6 bulan serta denda sebesar 200 juta dan menjatuhkan pidana uang pengganti sebesar Rp 1,050 milyar,” kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ponorogo, Khunaifi Al Humami, Kamis 27 Mei 2021.

Khunaifi menjelaskan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 850 juta dari putusan MA sebesar Rp 1,050 milyar, karena saat diamankan barang bukti turut disita uang hasil korupsi sebesar Rp 200 juta.

Selanjutnya Eks wabup Ida saat ini masih mempunyai tanggungan uang denda sebesar Rp 200 juta dan hukuman penjara selama 6 tahun. “Terpidana belum bisa kami eksekusi karena terpidana mengalami gangguan jiwa berat,” jelas Khunaifi.

Baca Juga: Tak Terbukti Lakukan Korupsi, Mahkamah Agung Bebaskan Sekda Gresik Non Aktif

Bahkan saat pihaknya mengajukan penahanan kepada Rutan Ponorogo, pihak Rutan juga meminta surat sehat jika terpidana akan dipindahkan kedalam Rutan sudah harus dalam keadaan sehat.

Hal ini membuat kejaksaan harus melakukan pengecekan kesehatan secara “second opinion” kepada rumah sakit lain yakni RSUD dr Soeroto Ngawi. “Hasilnya juga sama, terpidana mengalami gangguan jiwa berat,” ungkap Khunaifi.

Untuk itu pihaknya hingga kini masih kesulitan untuk melakukan eksekusi kepada eks Wabup Ida. Bahkan sejak kasus bergulir pada 2016 lalu, terpidana sudah mengantongi surat kejiwaan dari RS Menur Surabaya yang menyatakan terpida mengalami depresi hebat yang dapat berisiko hingga bunuh diri.

“Yang kita lakukan saat ini adalah meminta update kondisi kejiwaan terpidana setiap 3 sampai 4 bulan, jika dinyatakan sehat akan langsung kami eksekusi,” pungkas Khunaifi.