Logo

Gerindra dan PKS Pilih jadi Oposisi Pemerintah 

Reporter:

Selasa, 02 July 2019 06:37 UTC

Gerindra dan PKS Pilih jadi Oposisi Pemerintah 

Kubah gedung DPR RI. Foto: Commons Wikimedia

JATIMNET.COM, Surabaya – Pasca pemilu 2019, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Gerindra memilih menjadi partai oposisi.

Pengamat menyebut, kerangka pengawasan dan penyeimbang tidak akan berjalan jika hanya ada dua partai ini yang menjadi oposisi di parlemen.

"Jika oposisi hanya PKS dan Gerindra, bisa dipastikan kebijakan pemerintah akan mudah lolos di parlemen, sebab komposisinya tidak mampu mengimbangi eksekutif yang mayoritas akan didukung banyak partai," kata Yusa Djuyandi dihubungi di Jakarta, Selasa 2 Juli 2019.

Pernyataan Yusa itu menyikapi peluang Demokrat dan PAN selaku partai pengusung Prabowo di Pilpres 2019, untuk bergabung dengan koalisi partai pendukung Jokowi.

BACA JUGA: Hadapi Pilkada Serentak, PKS Jatim Tak Terpaku Koalisi di Pilpres 

Yusa mengatakan, dalam kerangka check and balances yang baik, maka idealnya ada 45 persen kursi yang dimiliki partai nonpendukung pemerintah di parlemen. 

Dia mengatakan, apabila Demokrat, PAN, Gerindra dan PKS tetap menjadi oposisi dalam pemerintahan mendatang, maka kerangka check and balances dapat menjadi ideal. 

"Namun jika melihat komunikasi politik yang dibangun Demokrat dan PAN bekakangan, maka ada kemungkinan kedua partai itu bergabung ke dalam koalisi Jokowi sehingga menyisakan Gerindra dan PKS sebagai oposisi di parlemen," kata dia 

Sebelumnya, PKS telah menyatakan diri sebagai partai di luar pemerintah dan menjadi penyeimbang.

BACA JUGA: Women's March Blitar Desak Pemerintah Sahkan RUU PKS 

"Sebagai partai penyeimbang pemerintah yang mengkritisi program-program pemerintah yang tidak populer, maka akan lebih terhormat. Ini akan menjadi bagian dari tugas mulia," kata Mardani Ali Sera pada diskusi "Empat Pilar MPR RI" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin 1 Juni 2019. 

Menurut Mardani, Indonesia yang menganut sistem presidensial tidak mengenal adanya partai oposisi, tapi dalam penerapannya ada partai penyeimbang yang berada di luar pemerintahan. 

"Partai penyeimbang ini, mengkritisi kebjakan-kebijakan pemerintah yang tidak populer sehingga pemerintah berhati-hati dalam membuat kebijakan," katanya. 

Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02 itu menegaskan, parpol pendukung pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin, sudah memiliki 60 persen kursi parlemen. "Itu jumlah yang sudah cukup dominan untuk mengamankan kepentingan pemerintah di parlemen," katanya.

BACA JUGA: DPRD Kota Surabaya Minta Pemkot Berikan Layanan Informasi KIP 

Menurut dia, PKS akan membiarkan parpol pendukung pemeritah mengawal pemerintahan selama lima tahun ke depan. 

Sementara parpol pendukung pasangan Prabowo-Sandiaga yang belum terpilih, dia berharap, tetap solid berada di luar pemerintahan. 

"Perlu ada parpol di luar pemerintahan untuk mengontrol jalannya pemerintahan, agar berjalan baik," katanya.

Mardani menegaskan, PKS sebagai yang berada di luar pemerintahan, tidak berpikir untuk dapat posisi apa pemerintahan, tapi bagaimana dapat mengkritisi pemerintah. (ant)