Kamis, 24 September 2020 05:00 UTC
ENERGI TERBARUKAN. PJB berupaya memperbanyak pemanfaatan teknologi biomassa sebagai bahan baku pembangkitan. Foto: Dok Jatimnet.com
JATIMNET.COM, Surabaya – Kayu sengon (albizia chinensis) dan kaliandra (cabello de angel) memiliki kandungan yang luar biasa sebagai bahan baku tenaga listrik. Seperti yang dilakukan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) telah mengolah kayu sengon menjadi sumber energi baru terbarukan (EBT).
Setidaknya dalam satu tahun terakhir ini PJB telah melakukan rangkaian uji coba di sembilan pembangkitan. Hasilnya cukup positif. Dalam satu tahun ini anak perusahaan PLN itu telah memanfaatkan 700 ton kayu sengon dalam bentuk serbuk yang dicampur dengan batu bara.
Kepala Bidang Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan PT PJB, Ardi Nugroho menyebut efisiensi cukup tinggi jika dibandingkan fosil. Bahkan sejumlah sejumlah negara di Eropa, Jepang, dan Korea Selatan sudah 20 tahun telah memanfaatkan kayu sengon sebagai bahan baku tenaga listrik.
BACA JUGA: PJB Luncurkan RE-FORGE Sebagai Solusi Tata Kelola Pembangkit di Indonesia
“Dampak penjualan listrik dari pemanfaatan biomassa di negara-negara maju bisa tiga kali lipat lebih mahal dibanding Indonesia. Sekitar Rp1.200 per kilowatt jam (kwH). Jepang dan Korsel diperkirakan dua kali lipat dari Indonesia,” kata Ardi.
Menurut Ardi, saat ini tarif listrik di Indonesia sebesar Rp400/kWh. Tidak adanya kenaikan tarif listrik biomassa disebabkan bahan baku tidak mengimpor. Selain itu, PJB tidak ingin membebani tarif listrik kepada negara.
Mengapa lebih mahal dari Indonesia? Korsel dan Jepang mendatangkan kayu sengon dari Indonesia dan Vietnam. “Nilai dan volumenya kami tidak tahu, itu yang menyebabkan harga jual listrik biomassa lebih mahal di Korsel dan Jepang,” Ardi menambahkan.
BACA JUGA: PLTSa Pertama di Indonesia Siap Beroperasi di Surabaya
Sementara peneliti pada Pusat Penelitian Energi Berkelanjutan Direktorat Riset dan Pengabdian kepada Masyarakat ITS Surabaya Ary Bachtiar Krishna Putra menyebut ada banyak kayu yang bisa menghasilkan listrik.
Namun yang dedicated adalah sawit dan kaliandra. Namun pemerintah memfokuskan sawit untuk produksi crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah. Sehingga kaliandra dan sengon yang energy dedicated dijadikan pembangkitan.
“Kaliandra jauh lebih efektif, karena bisa dipanen enam bulan. Dan pada tahun kedua, usia tiga bulan sudah bisa dipanen sebagai bahan baku lsitrik dalam bentuk serbuk,” katanya dalam sesi webinar, Efektivitas dan Potensi Biomassa Program Co-firing Pembangkit Bersama PT PJB dan ITS Surabaya.