Logo

BPR Jatim Terapkan Aplikasi IT untuk Manajemen Risiko

Reporter:,Editor:

Selasa, 02 July 2019 00:25 UTC

BPR Jatim Terapkan Aplikasi IT untuk Manajemen Risiko

Foto: Evaluasi kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) semester I Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) regional 4 Jawa Timur, di Hotel Ketapang Indah, Banyuwangi, Senin 1 Juli 2019. Foto : AHmad Suudi

JATIMNET.COM, Banyuwangi - Seluruh Bank Perkreditan Rakyat (BPR) harus melaporkan realisasi penerapan manajemen risiko untuk semester pertama pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada akhir Juli. Dewan Pengurus Daerah (DPD) Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Jawa Timur sebelumnya membangun aplikasi komputer untuk menerapkan manajemen risiko.

Sekretaris DPD Perbarindo Jawa Timur, Afandi Nugroho mengatakan pihaknya memiliki 10 komisariat yang semuanya membangun aplikasi sesuai dengan ukuran BPR di masing-masing wilayah. Dikatakannya pembangunan di masing-masing wilayah ditujukan menghadirkan aplikasi yang sesuai untuk masing-masing BPR.

"Prosesnya di masing-masing komisariat, karena ukuran bank yang berbeda-beda, risiko yang dihadapi juga berbeda-beda," kata Afandi usai acara evaluasi OJK di ballroom Hotel Ketapang Indah, Senin 1 Juli 2019.

Pihaknya menyusun prosedur operasi standar yang outputnya memenuhi ketentuan pelaporan dari OJK. Tahap-tahap prosedur tersebut kemudian diimplementasikan pada program komputer ada data yang dimasukkan sesuai dengan yang dibutuhkan dalam proses pelaporan.

Foto: . Kegiatan dihadiri 224 orang komisaris dan direksi dari 112 BPR di regional 4 Jawa Timur.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 13 tahun 2015 mengatakan BPR harus menerapkan manajemen risiko, yakni risiko operasional, kepatuhan, likuiditas, reputasi dan strategik. Peraturan itu juga membagi BPR dalam 5 kelas sesuai modal inti. Mereka harus menerapkan 3, 4 atau 5 manajemen risiko sesuai dengan kelas masing-masing.

"Misalnya BPR kecil tidak punya risiko reputasi, tapi kalau yang besar punya risiko reputasi. Ada tool standar, ada tool yang disesuaikan, agar memudahkan dalam pemantauan dan lain sebagainya," ujar Afandi.

"Materi OJK di pemahaman ketentuan, tapi kalau aplikasi IT-nya, terus kertas kerjanya, itu dilakukan oleh masing-masing komisariat Perbarindo. Itu kan bentuknya pelaporan, scoring nasabah dan lain sebagainya," tambahnya.

Pemahaman tentang ketentuan penerapan manajemen risiko tersebut disampaikan OJK dalam pertemuan evaluasi kinerja BPR semester 1 tahun 2019 selama 2 hari di Banyuwangi. Kegiatan dihadiri 224 orang komisaris dan direksi dari 112 BPR di regional 4 Jawa Timur.

BACA JUGA: Kementerian BUMN Minta Garuda Tindaklanjuti Keputusan OJK

Kepala Kantor OJK Regional 4 Heru Cahyono mengatakan manajemen risiko yang berhasil akan berdampak pada turunnya non performing loan (NPL) atau kredit macet. Sementara POJK nomor 13 tahun 2015 masih terbilang baru sehingga pihaknya perlu terus mendorong BPR agar memenuhinya.

Dia menjelaskan dalam aturan itu BPR yang memiliki modal inti di atas Rp 50 miliar, wajib membentuk satuan kerja audit intern, satuan kerja manajemen risiko, dan satuan kerja kepatuhan. Sementara yang bermodal inti di bawah Rp 50 miliar wajib membentuk fungsi, untuk audit intern dan manajemen risiko, tanpa harus membentuk satuan kerja.

"Kalau di atas Rp 50 miliar itu harus ada organisasi dan orangnya. Kalau di bawah itu harus ada fungsinya, orangnya dari satuan kerja lain tidak masalah," kata Heru mencontohkan.