Senin, 29 July 2019 13:50 UTC
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang P.S. Brodjonegoro. Foto: Baehaqi
JATIMNET.COM, Surabaya - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang P.S. Brodjonegoro menyebut, Presiden Joko Widodo gundah karena masih seretnya investasi di daerah-daerah.
Presiden menilai masih banyak daerah yang belum ramah investasi. "Presiden belum melihat bahwa semua daerah dan semua aparat pusat itu satu pandangan mengenai pentingnya investasi," ujar Bambang usai memberi paparan tentang pengarahan RPJMN 2020-2024 di Hotel Sangri La, Senin 28 Juli 2019.
Menurutnya semua daerah seret dalam hal membuka kran investasi. Bahkan cenderung beberapa daerah di Indonesia masih melakukan pembatasan terhadap investasi langsung. Data yang disampaikan, stok investasi langsung hanya 22,1 persen dari produk domestik bruto (PDB).
BACA JUGA: Per 25 Juli, Modal Asing Masuk Indonesia Capai Rp 192,5 Triliun
"Dibanding Filipina masih lebih tinggi 25,1 persen. Dengan Vietnam 60,1 persen," ungkap Bambang.
Padahal, lanjut Bambang, pembatasan investasi langsung mengakibatkan 8 persen investasi berorientasi ekspor yang masuk ke Indonesia. Tidak hanya itu, upah buruh juga berdampak dengan turun 15 persen dari yang seharusnya.
Mantan menteri keuangan itu berharap yang menjadi penghambat regulasi ditata lagi. Sehingga investasi yang akan masuk ke dalam negeri semakin mudah. "Reformasi birokrasi harus menyertai, apa yang menghambat investasi dari birokrasi yang rumit. Itu yang juga dikeluhkan presiden," kata Bambang.
Ia pun menyarankan pemerintah daerah memberikan regulasi yang mudah. Dengan begitu implementasinya di lapangan semakin mudah. "Bukan untuk memperlambat atau mempersulit, kemudian kalau ada aturan yang menghambat harus segera direvisi. Aturan tersebut sehingga semua aturan benar-benar untuk menarik invetasi," tegasnya.
BACA JUGA: Investasi Ponorogo Didominasi Perdagangan dan Industri
Bambang menolak dikatakan investasi tidak berpengaruh bagi masyarakat. Buktinya banyak investasi dengan padat modal yang masuk ke Indonesia.
Memang, diakuinya, terkadang investasi yang bersifat surat berharga tidak langsung dapat dirasakan masyarakat. "Investasi yang sifatnya surat berharga tidak begitu berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi. Justru yang saya maksudkan ini investasi di sektor riil. Buka usaha baik manufaktur maupun di sektor jasa," tutupnya.
